Melihat wanita muda, cantik, dan modis mendaki gunung sejak dua puluh terakhir tampaknya sudah lumrah. Bahkan hanya rombongan dengan jumlah 3-4 wanita muda juga bukan hal luar biasa.
Jika ketemu wanita muda, cantik, dan modis sedikit di tengah hutan di luar jalur atau jalan setapak pendakian baru luar biasa.
Apakah wanita modis ini hantu? Kata orang, hantu tidak menyentuh tanah alias melayang, seperti Casper si hantu imut itu. Mungkin hantu jadi-jadian. Manusia beneran jadi hantu walau nyawa masih di dalam raga. Pernah ketemu hantu seperti ini? Takut? Tentu saja takut. Tapi saya punya senjata pamungkas yang membuat hantu jadi-jadian ini ketakutan. Bukan menyan, bukan dupa, bukan pula kembang telon tapi smartphone. Begitu smartphone dibidikkan, si hantu modis ini langsung berseru sedikit manja dan setengah ketakutan. "Mas...mas...jangan dipoto!"
Ada suara sedikit ketakutan ini ternyata membuat teman hantu yang mendengarnya langsung muncul dari balik rerimbunan.
Jika yang muncul pertama tadi wanita modis sekarang pria dengan agak cemberut dan tentunya pengecut, langsung mengajak pergi naik sepeda motor yang disembunyikan di balik rerimbunan pula. Mungkin karena begitu takutnya dengan kamera hingga lupa jalan. Mau keluar hutan malah masuk sungai kecil dan bruaaaak....mencium cadas. Kasihan.
Hantu-hantu jejadian seperti ini mudah dijumpai sedikit ke tengah hutan dari jalan setapak atau kadang agak di pinggir jalan raya. Misalnya jalur Coban Pelangi hingga Bromo, Jemplang-Ranu Pani, sekitar Coban Rondo, hutan Cangar-Pacet, hutan jati menuju Grajagan dan Pulau Merah Banyuwangi, dan masih banyak lagi.
Hantu-hantu jejadian ini kebanyakan ABG yang menjadi korban perkembangan jaman dan teknologi. Mereka hidup dalam budaya tradisional yang ketat di sisi lain perkembangan jaman dan teknologi informasi memberi peluang hidup bebas. Tanpa pengetahuan yang mendalam dan bimbingan orangtua yang masih melekat kekolotannya, mereka pun mencari kebebasan di tempat yang tidak selayaknya.
Apa yang harus diperbuat?
Jalan sederhana bagi masyarakat pedesaan adalah segera menghalalkan hubungan mereka dalam arti segera menikah, sekali pun masih berusia remaja. Jalan sederhana ini tentu saja cukup pintas namun tidak memecahkan masalah. Akibat perkawinan dini setidaknya menimbulkan perceraian karena kurangnya persiapan mental secara dewasa bagi pasangan muda. Meningkatkan taraf pendidikan di pelosok dan pedesaan adalah jalan utama dengan memperhatikan bahwa sekolah bukan hanya menekankan bidang akademis tetapi juga memperhatikan budaya dan kearifan lokal setempat.
Tepi Ranu Pani
Kamis Kliwon - Malam Jumat Legi
8 Juli 2021 - 28 Selo 1954, Manahil
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H