Seorang Kompasianer saat berkunjung ke rumah sekali waktu bertanya sambil menunjuk pada stiker yang menempel di tanki sepeda motor saya, "Mbah namanya Andum Basuki ya...?"
Saya pun menjelaskan bahwa 'andum basuki' adalah salah satu filosofi Jawa yang saya gunakan sebagai pedoman hidup. Sedang pedoman hidup lainnya adalah 'narima ing pandum' seperti stiker yang tertempel di bagian lain sepeda motor dan mobil yang kami gunakan.
Seorang kompasianer lainnya di lain waktu saat berkunjung ke rumah, nyeluthuk santai mengatakan jika narima ing pandum itu merupakan tanda kepasrahan seseorang akan nasib yang harus diterimannya tanpa mau berusaha untuk lebih inovatif agar hidupnya semakin sejahtera.
Saya pun menjelaskan secara singkat namun berharap dia memahami salah satu pandangan hidup orang Jawa ini. Di sini pun tidak akan saya tulis lagi sebab sudah saya posting tujuh tahun silam di sini: Nerima Ing Pandum. Bersyukurlah akan Karunia Tuhan!
Tentang falsafah andum basuki memang jarang sekali terdengar. Andum dalam bahasa Indonesia berarti berbagi. Basuki dalam bahasa Indonesia berarti kebahagiaan, kesejahteraan, dan keselamatan. Andum basuki lebih berarti berbagi kebahagiaan. Sebab untuk berbagi kebahagiaan seseorang tidak harus hidup dalam kesejahteraan secara ekonomi atau bahkan sedang suka hati. Berbagi kebahagiaan bisa saja dilakukan seseorang ketika dirinya sendiri sedang dalam bahaya.
Ketika kita sedang berjalan kaki lalu melihat sepotong pecahan kaca atau botol, sebuah paku runcing, atau batu tergeletak yang tentunya bisa saja membahayakan orang lain lalu kita memungutnya dan menempatkan di tempat yang aman atau membuangnya ke tempat sampah.
Kita mungkin secara ekonomi jauh di bawah tetangga kita, namun kala mereka sedang berduka tidak salah menghiburnya. Atau kala mereka sedang mengadakan pesta perkawinan di rumah kita membantunya secara sukarela. Dalam budaya Jawa disebut menjadi sinoman untuk kaum pria atau badan bagi kaum perempuan.
Sekali waktu mungkin kita terjebak dalam suasana yang sangat menakutkan. Demikian juga orang lain sedang mengalami di tempat dan waktu yang sama. Akankah kita berusaha menyelamatkan diri sendiri dan mengabaikan orang lain?
Kebahagiaan akan lebih berarti jika dirasakan pula oleh orang lain sebagai ucapan syukur atas kebaikan dan kebahagiaan yang kita terima dari Sang Maha Kuasa.
Rahayu...rahayu...rahayu...