Awal tahun 80an, kala sedang ngetopnya tontonan bioskop mulai dari kelas layar tancap, misbar yang merupakan singkatan dari gerimis bubar, hingga kelas ekonomi dan VIP yang sering memutar galashow dan midnight show, ada makanan yang sangat viral saat itu, yakni jagung bakar.
Entah bagaimana awalnya, mungkin pada saat itu ada pemutaran film tengah malam di malam tahun baru dengan pesta terompet sambil makan-makan jagung bakar yang diadakan komunitas tertentu kemudian jagung bakar menjadi ngetop. Padahal pada masa sebelumnya antara tahun 60-70an, jagung bakar masih makanan kelas bawah yang dijual di pinggir trotoar atau di emperan toko.
Awal 90an, jagung bakar mulai naik kelas dengan adanya hotel-hotel bintang 1 dan 2 apalagi vila-vila juga menyediakan jagung bakar dengan aneka rasa, pedas bbq, manis gula Jawa, asin gurih dengan olesan mertega, atau rasa original alias asli tanpa tambahan apa pun. Namun rupanya, makanan atau cemilan ini tak terlalu lama mendapat kehormatan di hotel-hotel. Alasannya cuma satu, setelah makan jagung bakar maka sisa-sisa kulit ari jagung yang terbakar menempel lekat di gigi dan gusi. Apalagi bagi kaum wanita, jagung bakar bisa menghabiskan lipstick mahal yang telah dioleskan di bibirnya. Tamatlah riwayat jagung bakar di hotel.
Kini jagung bakar kembali dalam kehidupan semula. Menjadi cemilan malam hari bagi kelas bawah. Penjual dan tempatnya pun hanya di kelas Kaki 5, trotoar. Masih mending jaman sekarang mudah didapat air minum dalam kemasan yang bisa untuk kumur jika terasa ada sisa-sisa jagung bakar yang menempel.
Jika kita bisa membawa makanan dan cemilan dari negeri manca, tentu kita bisa dan harus mampu pula mengenalkan dan memviral (kembali) jagung bakar menjadi cemilan yang menarik. Entah bagaimana caranya. Kaum muda yang banyak menguasai teknologi harus mampu membuat alat pembakar jagung tanpa membuat terlalu gosong dan mengelupaskan kulitnya namun bisa menimbulkan aroma yang menggoda. Bukankah sekarang ada alat pembuat keripik tanpa minyak goreng?
Jika makanan atau cemilan tradisional dari jagung yang bernama brondong bisa diviralkan dengan nama beken pop corn tentu jagung bakar bisa pula diviralkan dengan nama yang berbeda. Tak masalah sebutannya agak kebarat-baratan, misalnya Efce singkatan dari Fried Corn. Bisa juga Efce singkatan dari Fired Corn. Makanya jangan heran kalau ada tamu di rumah akan kamis suguhi jagung bakar atau jagung efce yang kami bakar dengan menggunakan kompor gas.
Sungguh para petani, termasuk saya akan merasa bangga jika jagung bakar menjadi hits kembali sehingga jagung bukan hanya menjadi santapan orang pinggiran. Bahkan paling menyedihkan hanya menjadi santapan tikus. Bantulah petani Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H