Dalam budaya Jawa ada ungkapan atau peribahasa yang berbunyi 'isuk dele sore tempe' dalam bahasa Indonesia berarti 'pagi masih berupa kedelai namun sore hari sudah menjadi tempe'. Peribahasa ini mempunyai arti seseorang yang plin-plan atau mencla-mencle apa yang dikatakan. Misalnya ketika ditanya atau diminta pendapatnya tentang suatu program ia mengatakan setuju dan mendukung, namun ketika program akan dijalankan ia menyatakan ketidaksetujuannya dengan alasan tertentu.
Bahwa seseorang berbeda pendapat merupakan hal yang biasa, namun apa yang diucapkan seharusnya dipikirkan terlebih dahulu bukan asal meluncur tanpa arti dan membuat orang lain bingung. Bahkan membuat kecewa. Apalagi jika menyangkut sebuah janji dan pada akhirnya diingkari.
Mengapa plin-plan diungkapkan seperti 'isuk dele sore tempe' kok bukan 'isuk dele sore tahu'? Bukankah kedelai juga bisa dijadikan bahan baku tahu, kecap, atau rempeyek? Ah, ini hanya sebuah ungkapan saja. Walau bisa juga diperpanjang ungkapannya. Isuk dele, sore tempe, malam tempe busuk, dan esok pagi jadi mendol. Artinya pagi masih berupa kedelai, sore menjadi tempe, dan malam harinya menjadi tempe busuk, lalu esok harinya dijadikan mendol.
Pada masa kini, tempe busuk (Jawa: tempe bosok) jarang dijadikan bahan masakan. Banyak orang yang sudah tidak doyan. Dulu tempe busuk bisa jadi bahan tambahan untuk membuat sayur bobor, lodeh, atau untuk Jawa Timur untuk dijadikan mendol.
Maka makna isuk dele sore tempe, malam tempe busuk dan pagi mendol adalah mengungkapkan seseorang yang sangat plin-plan.
* Ngadas, September 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H