Senja makin merona kala aku masih berdiri terpana menatap langkahmu meninggalkan tanah para dewa.
Entah tangan siapa yang membawa ke sana hanya hatimu yang bisa menjawabnya.
Kulantunkan tembang lembut dalam relung hati ini tentang sapaan Sang Badranaya pada manusia yang merunduk bersimpuh di sudut sanggar pasembahan Jawa Sanyata.
Ing eninging tepining wana tengahing buwana manungsa kudu ngelmu kang nyata.*
Mentari belum terlelap walau desa semakin gelap menelan bayangmu yang sirna di ufuk sana.
Di depan Sang Badranaya aku bersimpuh dalam doa...
Duh Ulun Sang Hyang Wenanging jagad mugi kawula saged meningi kang nata kawula Nungsa Mulya Tiyasa... **
Catatan:
* Dalam keheningan di tepi hutan di tengah dunia manusia harus menimba ilmu tentang kebenaran.
** Duh Sang Maha Kuasa Alam Semesta, semoga kami bisa menjaga diri dalam kemuliaan Mu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H