Lihat ke Halaman Asli

Mbah Ukik

TERVERIFIKASI

Jajah desa milang kori.

Kiprah Sinden Muda dalam Pagelaran Seni Tradisional

Diperbarui: 15 September 2020   20:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manis senyumnya. Dokpri

"Sindennya cantik-cantik dan suara ulem (merdu dan lembut)," celutuk seorang penonton sambil melirik dua sinden yang sedang mengiringi pertarungan antara Calon Arang dan Mpu Barada.

"Cantik-cantik kok nyinden," kata seorang ibu pada temannya kala menonton kisah Panji Asmara Bangun dan Dewi Candra Kirana.

Dua ungkapan berbeda sering terungkap kala ada pertunjukan seni tradisional wayang kulit atau tayub. Ungkapan pertama merupakan ungkapan positif memberi semangat bagi kaum muda untuk melestarikan budaya daerah sebagai DNA budaya nasional. 

Sebaliknya, ungkapan ke dua adalah akibat ketidaktahuan dan ketidakmengertian sebagian masyarakat akan arti nilai sebuah budaya tradisional. 

Ketidakmengertian sebagian masyarakat inilah menjadi tanggungjawab para pengamat dan pegiat seni tradisional, seniman dan budayawan, termasuk di antaranya pihak pemerintah melalui dinas pendidikan dan kebudayaan serta dinas pariwisata terus mengenalkan seni tradisional sebagai salah satu unsur terpenting membentuk karakter bangsa.

Tampil bersama dengan yang tua. Dokpri

Lilik Sinden, Ki Supriyono, Lelly dan Lella. Dokpri

Saat wayang ruwatan di Padepokan Seni Mangun Dharmo Malang. Dokpri

Dokpri

Harus diakui, sedikit banyak mengenalkan dan mengembangkan untuk kelestarian budaya tradisional kurang mendapat apresiasi masyarakat yang mulai tergerus budaya manca negara. 

Namun bukan berarti tidak berjalan semestinya, sebab kenyataan masih ada kaum muda yang terpanggil untuk berkiprah di bidang seni tradisional, di antaranya menjadi sinden. 

Sekali pun menjadi sinden bukan sebagai profesi utama, sebab mereka pun tahu dan menyadari secara ekonomis pendapatan menjadi sinden hanya bisa untuk menutup beaya transportasi dari rumah ke tempat penampilan. Bahkan lebih banyak tampil tanpa mendapat fee. Demi kepuasan batin dan kelestarian budaya itu sendiri.

Di antara ratusan seniman dan seniwati muda, sebut saja dua nama gadis kembar cantik ini: Lelly Ayu Pramesti dan Lella Ayu Pramesta. Dua gadis yang kini masih kuliah di Akademi Farmasi Malang, sangat terpanggil menjadi sinden hanya demi kelestarian budaya. 

Berbekal ketertarikannya akan musik campursari dan atas restu ke dua orangtuanya, mereka ikut sebuah kelompok campursari di tanah kelahirannya di sebuah desa di pelosok Wonogiri.

Dokpri

Dokpri

Setelah tampil bersama Ki Sholeh Adipramono. Dokpri

Lima tahun lalu, mereka berdua mengikuti jejak orangtuanya merantau ke Malang untuk berdagang. Secara kebetulan, tempat tinggalnya sekarang di Desa Jabung Malang merupakan salah satu desa yang masih mempertahankan seni tradisional tari dan wayang topeng. Mereka berdua pun masuk ke dalam komunitas dengan menjadi sinden. 
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline