Lihat ke Halaman Asli

Mbah Ukik

TERVERIFIKASI

Jajah desa milang kori.

Puisi | Dangau di Tepi Sawah

Diperbarui: 16 Juni 2020   05:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen pribadi.

Pernah kau bilang andai kita bangun rumah mungil di pinggir kebun dan sawah supaya setiap hari selalu mendengar nyanyian alam yang berceloteh buah hati kita.
Aku pun tak mungkin menolakmu seperti dirimu yang tak menolakmu kala kuajak membangun mahligai cinta kita berdua.
Ah betapa indahnya mimpi kita di tengah sawah menebar benih kasih dan kelak memetik bahagia.
Kau kirim aku serantang nasi liwet dan semangkok sayur lodeh petikan dari ladang belakang rumah.
Pedasnya sambal bawang yang membakar bibirku pun sirna oleh manisnya senyuman dan kecupan bibir mungilmu yang merona seperti buah tomat yang kemampo.
Hari-hari indah tiga purnama sering kita lewati di dangau tepi sawah walau rumah kita hanya sejengkal di depan.
Seperti bangau di dahan gayam yang baru saja menemui kasih hatinya, kita tak jarang memadu bersama semilirnya bayu.
Semua begitu indah mengalir seperti gemerciknya air di pematang yang pada akhirnya berhenti di sepetak sawah kita.
Kasihmu pun harus sampai di rumah ini kala sang dokter berkata kau pergi bersama buah kasih kita karena placenta previa.

Aku hanya tertegun tanpa tetes air mata yang tersendat di kerongkongan saat mengantarmu ke tempat keabadian.

Kembali aku tertegun kala kusambangi dirimu di rumah kita yang tak mungkin kulupakan yang kadang membuat penggantimu cemburu.
Tak mungkin kulupakan dirimu sekalipun rumah ini telah kutinggalkan.
Tak mungkin kulupakan setangkai bunga cempaka walau kini ada setangkai mawar merah.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline