Pesta perkawinan di desa dengan menanggap ludruk, orkes dangdut, orgen tunggal, tayub, dan wayang kulit adalah hal yang lumrah. Bagaimana jika dengan menyajikan pertunjukkan pencak silat? Sesuatu yang jarang, khususnya di daerah kami di sekitar masyarakat Suku Tengger bagian bawah atau orang ngare. Entah di tempat lain.
Pencak silat sebagai salah satu budaya tradisional Nusantara yang keberadaannya menyebar hampir seluruh kepulauan Indonesia, memang telah dikenal dunia. Hanya saja sudah jarang ditemui perguruan silat yang menampilkan diri sebagai sebuah pertunjukan terbuka.
Sabtu, 28 Desember kemarin kerabat kami di Desa Gubuk Klakah mengadakan hajatan ngundhuh mantu atau pesta perkawinan di rumah keluarga pihak pengantin pria dengan nanggap atau menyelenggarakan pertunjukkan seni pencak silat sebagai hiburan. Ini sesuai dengan kesepakatan keluarga besar dengan tujuan untuk menampilkan diri atau unjuk kebolehan para pendekar Perguruan Pencak Silat Singo Barong Desa Gubuk Klakah. Perguruan Silat Singo Barong sendiri telah berdiri sejak 1912, artinya sudah berusia satu abad lebih.
Sebagai perguruan silat yang sudah terkenal di wilayah Malang bagian timur, anggotanya sebagian besar memang berasal dari kaum petani dan pedagang dan sebagian santri beberapa pesantren yang ada di sana, seperti: di Desa Jabung, Kemantren, Gunung Jati, Gubuk Klakah, Tumpang, Besuki, Kunci, Wonorejo, dan Tosari.
Jarang adanya kesempatan unjuk diri kebolehan dibanding kesenian tradisional lainnya, maka masyarakat dihimbau jika ada hajatan mau menampilkan mereka. Gayung bersambut, sejak tujuh tahun terakhir masyarakat mulai banyak yang nanggap.