Lihat ke Halaman Asli

Mbah Ukik

TERVERIFIKASI

Jajah desa milang kori.

Totalitas Seniman Tradisional Lokal

Diperbarui: 8 November 2019   16:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tetap senyum walau tanpa honor dan pulang jalan kaki. Dokumen pribadi

Dalam sebuah kesempatan persiapan gelar seni dan budaya, seorang pejabat mengutarakan niatnya memanggil seorang dalang wayang kulit ternama untuk menarik perhatian masyarakat untuk menontonnya. Anggaran yang cukup besar pun dijlentrehkan. Sebuah ide yang menarik. 

Sebagai undangan saya pun melontarkan beberapa pertanyaan 'Apakah hanya sekedar untuk menarik perhatian masyarakat untuk menonton lalu harus mendatangkan seorang seniman ternama?' 'Kapan memberi kesempatan seniman lokal menampilkan diri di depan warganya sendiri?' 'Bukankah anggaran yang besar untuk mendatangkan seniman nasional bisa diberikan secara merata kepada beberapa seniman lokal?' 

Apalagi memanggil seniman tradisional nasional atau artis nasional pun harus dengan kru serta akomodasi yang memadai sesuai dengan kehidupan mereka.

Pengalaman kami, mendatangkan seniman dan artis tingkat nasional sekali pun untuk sebuah kegiatan sosial atau amal dengan tarif yang di bawah standart ternyata beaya akomodasi dan transportasi masih tinggi. 

Hitung-hitung beaya yang dikeluarkan tanpa menghitung tenaga panitia yang sukarela dengan pendapatan termasuk iklan selisihnya amat pas-pasan. Sejak saat itulah kami lebih senang mendatangkan artis lokal.

Beli es dengan uang sendiri. Dokumen pribadi

Dokumen pribadi

Dokumen pribadi

Dokumen pribadi

Dokumen pribadi

Dokumen pribadi

Melambungkan Seniman Lokal

Seniman lokal bukanlah seniman professional yang menggantungkan hidup sepenuhnya dengan dari pendapatan penampilannya. 

Seniman lokal masih bekutat dengan perjuangan dengan profesi mereka masing-masing yang beraneka ragam seperti satpam, tukang becak, pemulung, petani, tukang kayu dan batu, SPG, karyawan toko, asisten rumah tangga, penjaga atau juru kunci makam. 

Tak dipungkiri ada juga dari kalangan akademisi, guru,  dan ASN serta kaum profesional kelas menengah seperti dokter dan jaksa. Mereka inilah yang secara sukarela memberi dukungan moral, memberi dana, dan kesempatan untuk tampil di lingkungan kerja mereka bagi para seniman lokal. 

Prabu Kelana Swandana pun jalan kaki. Dokumen pribadi

Ibu Winarti pakai jilbab hitam, seorang Kepala Dusun Doko Sari, Desa Sumber Rejo yang berusaha melambungkan seniman tradisional. Dokumen pribadi

Mendapat kesempatan untuk menampilkan diri di depan umum di luar komunitasnya dan daerah tempat tinggalnya bagi seniman lokal merupakan sebuah kebanggaan tersendiri. 

Bukan sekedar tampil di jalanan sebagai pengamen untuk mempertahankan hidup mereka. Jumlah honor yang diterima bukan menjadi pertimbangan pertama apalagi utama. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline