Lihat ke Halaman Asli

Mbah Ukik

TERVERIFIKASI

Jajah desa milang kori.

Melihat Sikap Gotong Royong Masyarakat Kita Saat Keluarga Berdukacita

Diperbarui: 6 November 2019   16:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen pribadi

Dung.... duung... duuuung.... duuung.... suara bende (sejenis gong kecil yang dibunyikan sebagai tanda mengajak warga berkumpul karena ada suatu berita yang harus disampaikan) terdengar ditabuh lembut  menggema di kesunyian tengah malam Desa Cemoro Kandang, sebuah desa perbatasan kota dan kabupaten Malang. Hanya sekitar 5 km dari pusat kota Malang.

Mendengar bende ditabuh, maka warga pun serentak keluar untuk mengetahui kabar duka siapa yang meninggal dunia. Penabuh bende yang merupakan bagian dari petugas kepetengan atau jagabaya yang bertugas menjaga keamanan desa memberitahu bahwa Ibu Harni dari keluarga Bpk. Suwandi, telah meninggal dunia karena usia lanjut.

Tak kurang dari 15 menit banyak warga desa sudah berkumpul di rumah duka. Ibu-ibu PKK dan kelompok pengajian sebagian membantu membersihkan kamar almarhum dan menyiapkan kain kafan serta bersiap-siap memandikan jenazah. Ibu-ibu yang lain memasak air untuk membuat minuman bagi para pelayat.

Dokumen pribadi

Dokumen pribadi

Dokumen pribadi

Dokumen pribadi

Para bapak mengeluarkan meja kursi ke halaman rumah dan menata tikar untuk duduk para pelayat, sebagian mengambil perangkat memandikan jenazah dan memasang di samping rumah. 

Tak lebih dari dua jam, jenazah sudah dimandikan dan dibungkus kain kafan serta ditempatkan di ruang tamu. Secara bergantian, para pelayat yang datang secara pribadi maupun kelompok mengucapkan ikut bela sungkawa lalu membaca doa bagi almarhum.

Di depan rumah atau di halaman rumah duka, beberapa kaum pria 'melekan' atau tidak tidur untuk menemani keluarga yang berduka. Di dapur beberapa ibu, sibuk memasak makanan untuk bagi para penggali kubur pagi harinya.

Jam 5.30 pagi, sekitar dua puluh orang pria (kaum muda dan tua) sudah berada di pemakaman desa untuk menggali liang lahat secara bergantian. Hanya membutuhkan waktu sekitar satu setengah jam saja, liang lahat setinggi satu setengah meter (Jawa: sapengadeg dhuwure)  dengan panjang dua meter sudah selesai.

Jam tujuh pagi, makanan yang telah disiapkan para ibu dikirim oleh empat pria ke pemakaman untuk sarapan bagi para penggali kubur. Sebelumnya telah dikirim dua ceret kopi, dan tiga bungkus rokok, serta satu dus minuman kemasan.

Kembali dari pemakaman. Dokumen pribadi

Dokumen pribadi

Saat tahlil. Dokumen pribadi

Di rumah duka, kaum pelayat dari satu desa maupun beda desa secara bergantian berdatangan ikut berduka. Kaum ibu datang sambil membawa hantaran bahan makanan seperti mie, beras, gula, minyak goreng bahkan ada juga yang membawa telor atau bumbu serta kue kering, kacang, dan minuman kemasan. 

Semua hantaran ini digunakan untuk membuat masakan untuk para pelayat yang ikut membantu pelaksanaan pemakaman atau ikut serta 'melekan' sepanjang lima hari (Jawa:sepasar) berduka cita. Sedang kaum pria, berkumpul di depan rumah untuk bersiap mengantar jenazah ke tempat peristirahatan terakhir.

Jam delapan pagi, ketika keluarga dekat sudah berkumpul jenazah diberangkatkan ke tempat peristirahatan terakhir dengan diantar para pelayat yang kebanyakan kaum pria dan sebagian ibu yang bersedia. Sedang keluarga yang jauh, tidak ditunggu dengan keyakinan jenazah semakin segera dimakamkan semakin baik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline