Tanggapan atas tulisan Karla Wulaniyati:
Termasuk Penulis Terjun Bebas atau Penulis Terstruktur
Beberapa hari yang lalu, di lapak sebuah FB beberapa Kompasianer (tak perlu saya sebutkan) termasuk saya nyemoni beberapa Kompasianer yang katakanlah malas membaca selain judulnya saja tetapi rajin memberi komen.
Bahkan ada K'ner yang mengaku melakukan riset kecil-kecilan yang akhirnya diketahui ada K'ner bisa memberi 5 komen dalam hitungan tak lebih dari 5 menit.
Saya menimpali dan ternyata komennya hanya kopipaste saja. Tak ada salahnya. Tetapi sebagai pembaca seharusnya mempunyai kekritisan akan sebuah tulisan yang dapat bisa dipertanggungjawabkan. Bukan sekedar menyimak.
Beberapa K'ner ada yang berpendapat, Kompasiana adalah blog keroyokan jadi tak perlu serius. Mungkin masih ingat dengan K'ner lawas yang sudah 5 tahun tak muncul yakni Mas Chris (Paknethole) yang mengatakan nulis dan membaca sambil nyruput kopi. Atau Mas Jati Kumoro yang mengatakan 'mojok di pawon'. Benar juga. Dua K'ner yang sebut ini memang jago menyentil kehidupan. Ringan tapi mengena.
Bagaimana dengan tulisan yang berbau ilmiah sekalipun ditulis dengan gaya bahasa populer yang santai? Tak perlukah kita mengkritisi? Sebuah artikel, sebuah tulisan memang 80% persen pendapat atau pandangan pribadi berdasarkan pengalaman dan pengetahuan penulis itu sendiri.
Namun demikian tetaplah harus bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Sebab kebenaran itulah yang kita wartakan dalam sebuah tulisan bagi siapa pun dan sampai kapan pun.
Kebenaran memang relatif, sesuai dengan latar belakang budaya, agama, dan pendidikan penulis. Di sinilah adanya perbedaan yang bisa memunculkan argument.
Antara 2011-2014, tulisan beberapa K'ner kritis bisa menimbulkan sebuah perdebatan panjang (walau ada yang mengatakan bertele-tele dan hanya debat kusir) lewat saling balas komen.
Di antaranya, sebut saja Erianto Anas, Bvlgary, Ester, Jhon Erwin. Tulisan dan komen mereka memang kritis. Sama kritisnya dengan yang membaca.