Upacara nyadran atau berdoa bersama seluruh warga desa di pemakaman untuk mengenang para leluhur baru saja di mulai. Semua yang hadir secara khidmat mengikuti doa yang dipanjatkan oleh sesepuh desa.
Tidak seperti biasanya, aku hanya duduk bersama salah seorang tetua desa di pinggir kuburan sambil mengamati semua yang hadir. Jika pada upacara nyadran atau sadranan aku selalu duduk paling depan bersama para sesepuh desa dan ketua adat yang memimpin ritual atau setidaknya jepret sana sini untuk dokumentasi. Kali ini saya betul-betul ingin duduk bersama masyarakat. Namun demikian kesukaan memoto tetap saja tak dapat dihindari.
Kehadiran saya yang duduk bersama salah satu tokoh desa rupanya cukup menarik beberapa peserta yang duduk lesehan di antara nisan-nisan makam. Salah satu di antaranya seorang wanita yang duduk sendirian di depan saya. Tiga empat kali ia menoleh sambil melemparkan senyum manisnya yang aahhh....
Senyum manis yang menggoda. Dasar lelaki eh tukang foto yang haus objek menawan maka tak menyia-nyiakan kesempatan. Menoleh kesekian kalinya ia pun kupoto. Jepret.... Gocha! Kulihat di layar hape dan tampak senyum manis seorang wanita desa yang cantik.
"Mas Ukik mari makan....," Pak Sutak menjawil pundak saya sambil mengajak makan.
"Ooh sudah selesai to doanya...," sahutku setengah kaget.
"Hla sampeyan waktunya doa ya mainan hape lihat gambar wanita cantik saja...," Aku cuma tersenyum sambil mencicipi nasi jagung yang telah disajikan di sebelah nisan seorang keluarga Pak Sutak.
"Sinten Pak...tiyang estri ngajeng kula wau?" (Siapa Pak...wanita yang duduk di depan saya tadi)
"Hla sampeyan wis duwe bojo ayu kok ya ngematna tiyang ayu sanes...." (Hla sudah punya istri cantik kok masih memperhatikan wanita cantik lainnya...)
Aku kembali tersenyum sambil menunjukkan hasil jepretanku tadi. "Ini lho Pak....." Bu Sutak yang ada di samping Pak Sutak nyelutuk,"Mas Ukik ndhisik kebimbang sinden tayub saiki kebimbang rondho..." (Mas Ukik dulut jatuh hati pada pesinden tayub sekarang tertarik janda.....) Tak ayal sanak kerabat Pak Sutak yang ikut makan di situ langsung tertawa. Aku cuma garuk-garuk tengkuk yang tidak gatal.
"Foto kapan niku Mas...?" (Foto kapan itu Mas...)