Lihat ke Halaman Asli

Mbah Ukik

TERVERIFIKASI

Jajah desa milang kori.

Indahnya Huma di Atas Bukit

Diperbarui: 29 Juni 2019   09:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebersamaan dalam keluarga petani tradisional. Dokpri

Rabu, 18 Juni 2019 pukul 7 pagi.

Pagi itu langit begitu cerah dengan sedikit awan putih yang bergerak pelan ke selatan menuju puncak Mahameru yang tampak gagah berdiri penuh keanggunan. Suhu udara di hape menunjuk angka 14 derajat Celsius sungguh amat dingin. 

Namun sinar mentari yang mulai memancar di atas pucuk-pucuk pinus meninggal sela-sela dahan dan ranting pepohonan liar di hutan tepi Ranu Pani menghangatkan suasana pagi yang hening.

Tak ada kicauan merdu burung-burung selain kepakan sayap tekukur atau alap-alap yang terbang rendah di atas ladang. Hanya lenguhan sapi dan gonggongan anjing-anjing geladak yang menemani para petani atau pencari kayu yang kadang memecah keheningan alam.

Di lereng bukit sebelah timur Ranu Pani, tampak enam orang petani sedang bekerja merawat ladang kentang dan brambang prey atau daun bawang seluas kurang lebih satu hektar. Sebut saja mereka keluarga besar Pak Suyak, istri, dua anak, satu menantu perempuan dan pria, serta seorang cucu yang baru berumur sekitar 8 bulan.

Dokpri

Dokpri

Cuaca yang demikian dingin tak terasa bagi mereka yang terus bergerak mencangkul tanah gembur dengan penuh kehati-hatian untuk menggemburkan tanah agar ada oksigen yang masuk dan membersihkan rerumputan liar. 

Sedikit meleset akan merusak akar kentang dan brambang prey. Tubuh semakin terasa hangat bahkan cenderung gerah karena langit amat cerah sehingga sinar mentari langsung menghujam tubuh mereka. 

Untuk menghindari terik matahari yang menyengat dan dapat membakar dan menghitamkan kulit dan wajah, mereka memakai kaos lengan panjang dan topi. Maka jangan heran jika melihat wajah-wajah masyarakat Suku Tengger pipinya merona merah jambu bak apel ana yang ranum.

Untuk menghilangkan pegal di punggung, setiap satu gulutan atau beberapa cangkulan mereka akan berdiri tegak dan sedikit memutar pinggang agar otot tidak kaku. Sedang putri Pak Suyak dan seorang menantu perempuannya bergantian mengemong cucunya atau menemani bermain di lereng bukit yang curam. Lengah sedikit saja sungguh berbahaya.

Jam 11.30 -- 12.30 siang atau wayah tengange  atau saat matahari menjelang tepat di atas kepala hingga sedikit turun ke barat mereka istirahat untuk menikmati bekal sebagai santap siang.

Dokpri

Tampak Ranu Pani di bawah. Dokpri

Dokpri

Setelah istirahat, Pak Suyak dan anaknya kembali bekerja. Istrinya hanya mengemong cucunya atau menemani tidur di dangau di bawah bukit. Sedang menantu pria bersama istrinya kadang mencari kayu bakar dari dahan-dahan mati pepohonan yang tumbang. Bila memotong atau tampak membawa dahan basah akan ditangkap oleh penjaga hutan karena dianggap mencuri pepohonan atau merusak alam.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline