Lihat ke Halaman Asli

Mbah Ukik

TERVERIFIKASI

Jajah desa milang kori.

[Foto-foto] Menanamkan Profesi Petani bagi Generasi Muda

Diperbarui: 22 Mei 2019   21:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Murid SD pun bisa dikenalkan pertanian. Dokpri

Tanpa bermaksud mengabaikan data hasil penelitian para pakar pertanian yang banyak ditulis di jurnal, buletin, atau suratkabar harian maupun yang dipublikasikan oleh pemerintah lewat kementerian yang berwenang kadang saya meragukan bahwa regenerasi petani di negeri kita mengalami kemunduran.

Jika benar memang mengalami kemunduran tentu ada sebabnya bukan sekedar tak mau menjadi petani dengan alasan karena pendapatannya tak sebanding dengan kebutuhan hidup yang harus ditanggung.

Dari pembicaraan yang sering penulis lakukan dengan para petani di sekitar Malang Raya, mulai dari Batu, Kepanjen, Pagelaran, dan yang paling banyak di daerah Malang timur yakni Tumpang, Pakis, Poncokusumo, dan Singosari di mana penulis sering kulakan hasil pertanian menunjukkan bahwa penurunan generasi muda untuk menjadi petani tidaklah begitu mengkawatirkan. 

Petani muda menjual hasil pertaniannya. Dokpri

Petani muda panen tebu. Dokpri

Petani muda Ngadas sedang istirahat. Dokpri

Bahwa ada pemuda yang tak mau disebut sebagai petani bukan karena dia tidak mau menjadi petani tetapi lebih disebabkan mereka tidak mempunyai lahan garapan sendiri artinya hanya sebagai buruh tani. Sedang bagi pemuda yang memiliki lahan pertanian tetap saja tidak sepenuhnya bekutat di sawah atau ladang tetapi juga bekerja di sektor lain.

Alasannya pertanian bukanlah sebuah usaha padat karya yang membutuhkan tenaga sepenuhnya. Sebagai contoh, penulis sendiri hanya kadang kala mengajak putri ke ladang dan kebun saat panen. Sedang pada saat pengolahan kami lebih sering menggunakan tenaga para buruh tani yang justru amat membutuhkan pekerjaan.

Petani muda di ladang apel. Dokpri

Petani muda di sawah saat panen. Dokpri

Petani muda panen sayur. Dokpri

Keluarga petani mengolah lahan kering. Dokpri

Hal inilah yang banyak dilakukan oleh para petani tradisional seperti penulis. Apakah nanti para putra-putri kami akan menjadi petani? Penulis seperti hal petani tradisional berani menjawab ya. Seperti burung bangau yang terbang jauh namun akan kembali ke kandang menemui keluarganya dan kehidupannya tercinta. Tentu saja ini hanya berlaku bagi mereka yang mempunyai lahan.

Bagaimana mereka yang tidak mempunyai lahan? Tak dapat dipungkiri, banyak petani yang bekerja sebagai buruh saja atau petani pengolah dengan hasil pas-pasan. Maka hidup sebagai petani yang tidak menjanjikan tentu akan ditinggalkan.

Keluarga petani tradisional di Ranu Pani. Dokpri

Keluarga petani tradisional di Banjarsari Pakis, Malang. Dokpri

Putri kami hanya datang saat tertentu saja. Dokpri

Santai di tepi hutan. Dokpri

Bagaimana menanamkan profesi petani pada generasi milenial?

Pengalaman penulis sebagai seorang guru, ternyata di antara puluhan siswa yang bercita-cita menjadi dokter, arsitek dan konstruktor, lawyer, guru, dan pilot, ternyata ada juga yang tertarik menjadi petani. Bahwa satu dua ada yang meleset namun harus diakui ada juga yang berhasil menjadi petani. Bukankah menjadi petani bukan hanya harus bekerja di sawah dan di ladang?

Sekedar menanyakan cita-cita tak ada artinya jika tidak ada pengenalan bagaimana hidup sebagai petani di negeri agraris yang subur ini. Mengajak terjun langsung di lahan pertanian adalah hal luar biasa. Bisa saja dengan para petani atau pun bekerjasama dengan instansi terkait termasuk pihak swasta yang mengelola pertanian.

Siswa kami ajak panen wortel, Dokpri

Dukungan orangtua sangat diperlukan. Dokpri

Pengurus dan Siswa SMA Pangudi Luhur Van Lith saat kami ajak ke kebun. Dokpri




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline