Hujan yang terus mengguyur dengan cukup lebat dalam sebulan ini, membuat mereka yang mobilitasnya tinggi membuat harus lebih berhati-hati saat dalam perjalanan. Termasuk para petani dan pedagang yang harus menembus hutan dan melewati perbukitan curam yang licin dan gelap saat mendung menggelayut serta hujan. Apalagi disertai badai.
Jalan licin karena air yang turun ke lembah melewati jalan bercampur lumpur yang terbawa air dari perbukitan. Jika hanya air lumpur masih bisa ditanggulangi dengan sedikit was-was.
Hal yang paling mengkhawatirkan adalah tumbangnya pohon karena tanah tempat berpijak pohon tergerus erosi. Selain yang amat menakutkan adalah longsornya tanah baik yang ada tepi lembah atau di atas bukit yang bisa saja menimpa para pengguna jalan.
Jatuhnya kendaraan ke lembah sungguh amat atau tertimpa tanah atau tertimpa pohon tumbang sering menjadi bayangan ngeri. Kami sendiri lebih dari 6 kali mengalami dan sudah saya tulis di Kompasiana.
Selama sebulan ini, dalam perjalanan melewati lautan pasir dan kaldera serta menembus Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di suasana seperti ini, sungguh bersyukur tidak mengalami yang berarti.
Sungguh mengejutkan, Senin, 25 Maret 2019. jam 4 sore kemarin mendapat berita lewat WAG, di tikungan pertama 100m dari arah Coban Pelangi menuju Jarak Ijo, Ngadas, Bromo, dan Ranu Pani lembah sebelah kiri longsor sejauh lebih kurang 50m dengan memakan sepertiga (1/3) badan jalan. Padahal kedalaman lembah sekitar 20m. Tentu amat berbahaya bagi para pengguna. Longsor diperkirakan terjadi sekitar jam 3 sore. Atau 30 menit setelah saya melewati sepulang dari kaldera.
Begitu kejadian ini menyebar lewat media sosial, maka rasa kesetiakawanan dan kekeluargaan warga Desa Ngadas, Dukuh Jarak Ijo, dan Desa Gubug Klakah serta komunitas jeep yang sering mengantar wisatawan pun tergugah dengan penuh semangat untuk memperbaiki terutama memperlebar jalan dengan cara mengepras tebing bukit setebal 2m sejauh 75m.
Tanpa rapat alias pertemuan apalagi diskusi bertele-tele selain bicara lewat medsos dan alat komunikasi lainnya, maka diputuskan pagi ini: Selasa, 26 Maret 2019 mulai jam 6 pagi gotong royong dilaksanakan.
Alhamdulillah.... Puji Tuhan...gotong royong telah dilaksanakan hingga jam 11.30 atau baru saja selesai. Sekitar 300 warga dari desa yang penulis sebut di atas telah cancut tali wanda atau menyingsingkan lengan memperbaiki jalan atau infrastruktur transportasi satu-satunya dari dan ke Bromo lewat Malang.Perekonomian pun tetap lancar, sebab perdagangan sayur dan hasil bumi serta arus wisatawan berjalan terus.
Apalagi besok penulis akan mengantar wisatawan Nusantara keliling kaldera.