Salah satu daya tarik ketika kita wisata atau dalam perjalanan ke desa yang masih alami adalah melihat aneka bunga liar yang sedang bermekaran. Demikian juga kala penulis pulang ke desa di sekitar Bromo pada Jumat, 15 Februari 2019 kemarin.
Pertengahan musim hujan masih sering mengguyur tanpa aba-aba. Jam 6 pagi terang benderang bisa jadi angin sepoi jam 7 pagi membawa awan tipis atau kabut yang segera menurunkan titik-titik air bagaikan gerimis. Beruntung jika segera kembali terang. Namun jika jika menjadi hujan lain lagi ceritanya.
Bukit lembah yang hijau pun tertutup kabut bahkan gerimis yang menutup pemandangan. Bagi warga setempat bukan menjadi masalah. Tetapi bagi wisatawan, suasana seperti ini tentu saja membuat kecewa. Keindahan yang berbeda dengan tempat wisata lain yang ingin dinikmati hanya jadi bayangan belaka sekalipun sudah berada di tempat tujuan.
Bermekarannya bunga-bunga liar yang tumbuh di lereng-lereng lembah dan bukit bisa menjadi pelipur kekecewaan. Bunga-bunga seperti paitan (yang bau dan rasanya pait jika dipegang), bunga kecubung kuning ada yang bilang bunga terompet, atau ada juga bunga sawi yang sengaja tidak dipetik karena untuk benih sayur sawi. Serta aneka bunga lain seperti adas pulo waras, bunga ilalang, atau juga bunga edelweiss. Tertarik?