Tersebutlah Sujono, petani kecil yang hanya mengerjakan sawahnya yang tak terlalu luas itu pun hanya warisan dari leluhurnya. Sebagai lelaki yang sedang menginjak dewasa, ia telah jatuh hati pada seorang gadis manis tetangga desa. Sebut saja namanya Paiti. Putri seorang petani yang cukup kaya secara ekonomi. Paiti sering dijumpai Sujono kala mengirim bekal makanan bagi ayahnya yang menggarap sawah tak jauh dari sawah Sujono.
Witing tresna jalaran saka kulina. Cinta tumbuh karena sering berjumpa. Sujono pun jatuh hati pada Paiti. Namun, Paiti kurang menanggapinya. Entah mengapa.
Terik matahari begitu panas menyengat kepala dan badan Sujono kala harus mengolah sawahnya di cuaca panas Banyuwangi. Panas semakin menyengat ketika api asmara (asmaradhahana) membakar hati ketika melihat Paiti lewat tanpa sebuah senyuman yang diharapkan dapat meneduhkan hatinya.
Tiga empat kali panenan padi bukanlah waktu yang pendek untuk menahan gejolak hati yang terkungkung cinta yang dianggapnya bertepuk sebelah tangan. Bujuk rayu lewat bahasa tubuh atau sekedar senyuman Sujono seakan hambar tak berasa bagi Paiti.
Bahkan ketika Sujono berbincang di dangau tengah sawah dengan ayah Paiti saat istirahat pun tidak digubrisnya. Ketika Sujono menawarkan diri menemani pulang pun ditolaknya.
Lelaki pantang menyerah. Cinta ditolak dukun bertindak. Sujono pun menghadap seseorang yang dianggap bisa membantu menaklukkan hati Paiti. Sebut saja Mbah Karso.
Sebagai seorang yang dianggap sesepuh, Mbah Karso yang ingin madhep mandhita tak serta merta memenuhi permintaan Sujono. Mbah Karso ingin mengetahui apakah cinta Sujono hanya cinta erotis tanpa caritas. Ini merupakan perjuangan sendiri bagi Sujono.
Dua kali panenan waktu yang cukup untuk belajar apa arti mencintai bagi Sujono. Mbah Karso pun rupanya kini mengetahui bahwa cinta yang tumbuh di hati Sujono bukanlah sekedar memiliki Paiti. Ia pun bersedia membantu Sujono untuk menaklukkan Paiti.
Sujono pun diminta mencari bunga panca warna: melati (putih), kantil atau cempaka (kuning), kenanga (hijau), mawar (merah), dan sedep malem (lambang biru). Setelah diberi mantra, kembang tersebut harus disebarkan di mana Paiti sering lewat atau berada. Tak berapa lama, Sujono pun akan sedikit mendongakkan kepala agak sombong kala Paiti melirik, memandang, bahkan mendekatinya. Takluklah Paiti.
0 0 0 0
Ilmu pelet seperti jaran guyang, semar mesem, dan sabuk mangir untuk menaklukkan wanita yang dicinta sering kita dengar. Konon ini adalah ilmu pengasihan yang banyak digunakan masyarakat Jawa terutama wilayah timur secara khusus daerah Banyuwangi. Sekalipun daerah Blitar, Kediri, dan Malang Selatan juga ada.