Lihat ke Halaman Asli

Mbah Ukik

TERVERIFIKASI

Jajah desa milang kori.

Sakralnya Upacara Sadranan di Desa Ngadas, Malang

Diperbarui: 4 Oktober 2018   08:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pejabat dan aparat serta warga dalam Upacara Sadranan. Dokpri

Selasa Kliwon, 2 Oktober 2018

Bulan Oktober, seperti biasa merupakan puncak musim kemarau seperti yang biasa kami rasakan di wilayah Gunung Bromo dan Semeru. Terik matahari cukup menyengat berbaur dengan semilirnya angin pegunungan yang cukup dingin sehingga udara masih cukup terasa segar. 

Sekali pun pemandangan di perbukitan yang biasanya menghijau kini tampak demikian kering. 

Beberapa petak lahan di tebing berundak memang masih tampak cukup hijau. Ini karena ditanami kentang yang masih muda namun tampak subur karena kerajinan para petani yang selalu menyirami dengan tekun.

Petak-petak ladang yang biasanya tampak ada beberapa petani dari keluarga yang bekerja, kini tampak sepi. Tak ada seorang petani pun yang ada di lahan. Apalagi di tepi hutan yang biasanya ada beberapa ibu dan wanita mencari kayu bakar. 

Sebab seluruh warga Desa Ngadas kini semua berkumpul di pekuburan umum yang ada di sebelah timur desa atau tepatnya di depan Pura Hindu dan di sebelah bawah  Vihara Paramitha.

Santapan dan sesaji saat di pemakaman. Dokpri

dokpri

Waktu menunjukkan sekitar jam 10 pagi, ketika rombongan prosesi yang di awali dengan penampilan Seni Jaran Kencak lalu Kepala Desa dan Dukun Adat Desa Ngadas. Lalu dilanjut para tamu dari kecamatan selanjutnya diikuti oleh para warga desa tiba di pemakaman untuk mengikuti acara Nyadran atau Sadranan. 

Sekalipun lebih dari dua ribu orang yang merupakan penduduk Desa Ngadas, serta para sanak keluarga dari desa tetangga berkumpul jadi satu di lahan yang tak lebih 100 are. Namun suasana demikian hening dan khidmat.

Pak Mujianto selaku Pejabat Kepala Desa Ngadas, Camat Poncokusumo, Pak Tomo Dukun Adat Ngadas, dan beberapa pejabat dari Bhabinsa serta Polsek Poncokusumo, duduk di panggung depan pemakaman yang menghadap ke selatan tepat di depan puncak Mahameru. 

Penulis sendiri duduk di deretan paling selatan pemakaman tepat di tepi bibir jurang sedalam 20m bersama kerabat yang memakai pakaian dan udeng (ikat kepala) khas Tengger. Kecuali penulis, kali ini memakai batik hijau.

Hening....

Ladang di musim kemarau di sebelah makam. Dokpri

Setelah sambutan dari pejabat yang tak lebih dari 15 menit, acara Sadranan diawali dengan pembacaan mantra oleh P. Tomo selaku Dukun Adat Desa Ngadas. 

Diiringi pembakaran dan kepulan asap kemenyan nan harum dan sapaan lembut Mbah Dukun yang berseru... "Hong ulun mandara basuki langgeng...." Seluruh warga menjawab dengan lembut pula, "Langgeng basuki...." 

Selesai pembacaan mantra, acara dilanjutkan makan bersama secara hening dengan keluarga dan kerabat di atas pemakaman keluarga yang merupakan simbolis makan bersama para leluhur yang selama bulan Karo para leluhur diundang berkumpul bersama keluarga untuk berpesta. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline