Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Tangga ke puncak Bromo dan Edelweis dan sepatu lars.
Delapan bulan sudah, sejak Nopember hingga kini, Sang Brama atau Gunung Bromo secara rutin menyemburkan debu dari perutnya yang terus bergemuruh. Debu-debu nan lembut memoles indah bukit-bukit dan lembah-lembah di sekitar puncak dan kawah Bromo.
pasir-berukir-28-jpg-576e02b9d5927388105ff040.jpg
pasir-berukir-7-jpg-576e01c6739773ac0420a889.jpg
pasir-berukir-25-jpg-576e02d9ef927310053cd901.jpg
pasir-berukir-26-jpg-576e02e8559773a30456009d.jpg
Di antara hamparan hijau kuning rerumputan di kaldera, hijau birunya tebing-tebing, dan biru mendayunya langit nan jernih serta usapan awan putih semakin memperindah alam di sini.
pasir-berukir-17-jpg-576e01d6cf7a61fa038b4567.jpg
pasir-berukir-14-jpg-576e01e644afbdf80ea158ac.jpg
pasir-berukir-12-jpg-576e0208759373e2038b4567.jpg
pasir-berukir-13-jpg-576e0314927a611c0719fdae.jpg
pasir-berukir-19-jpg-576e032fa223bdc2064aced7.jpg
Kicauan burung kecil, ringkihan kuda, dan lolongan anjing liar pun semakin membuat betapa indah dan merdunya nyanyian alam dengan iringan genderang gemuruh perut Bromo serta siulan angin hutan yang lembut.
Betapa agungnya Sang Pencipta Alam, Tuhan Yang Maha Kuasa.