Bagi seseorang hobi merupakan salah satu kegiatan yang wajib dipenuhi untuk menunjukkan salah satu kemampuannya serta untuk memuaskan diri. Bila hobi terabaikan kadang malah membuat diri stress dan mungkin merasa ada tekanan atas dirinya. Demi hobi, seseorang kadang mau mengeluarkan tenaga, pikiran, waktu, dan uang yang cukup besar. Bahkan, ada yang lebih ekstrem dengan mengabaikan orang-orang tercinta dan terdekat.
Demikian juga, bagi penggemar fotografi. Untuk memenuhi keinginannya rela mengeluarkan uang puluhan juta untuk membeli kamera, lensa, dan segala perlengkapannya. Serta memanggil fotografer pengalaman untuk berbagi ilmu dan teknik fotografi. Tentu saja harus berani membayar sekian juta hanya untuk satu-dua jam tutorial saja.
Demikian juga meluangkan waktu demikian banyak dan menantang alam untuk mencari obyek yang menjadi sasarannya. Terutama mencari obyek makro untuk serangga tertentu yang hanya ada di tempat tertentu serta hanya bisa ditemui saat tertentu. Bahkan harus berjibaku menantang alam.
Saya sendiri yang suka menjelajah alam dan memotret dulu melakukan hal ini pula. Perkembangan teknologi fotografi yang demikian pesat, kini sedikit merubah pandangan saya untuk memenuhi hobi fotografi. Kamera DSLR mulai saya tinggalkan dan lebih banyak menggunakan kamera saku dan kamera dari hape android, itu pun hadiah dari Kompasiana saat menulis tentang cincin api tahun 2011 silam.
Dari segi teknis, memang tak sebagus DSLR. Tetapi dalam fotografi yang terpenting adalah kejelian penjepret kamera dalam menangkap obyek pada saat yang tepat. Sudut dan pencahayaan yang tepat adalah faktor pendukung belaka. Tak perlu berkecil hati bila ada yang mengatakan bahwa karya semacam ini dianggap sebagai karya dokumentasi belaka. Bila bisa menceritakan sebuah peristiwa, sesederhana apa pun ini adalah sebuah keindahan karya. Jangan terpancing dengan slogan ‘foto yang baik bisa menceritakan seribu kisah’
Rabu, 15 Juni 2016 kemarin, saya mengajak jalan-jalan rekan-rekan raker yayasan ke desa dan tepian hutan sekitar lereng Bromo di Nongkojajar. Jalur dan lintasan yang tak lebih dari 10 km ternyata bisa mendapat beberapa obyek yang menarik hanya dengan kamera saku. Seperti yang terlihat di foto-foto yang saya cantumkan. Biasa saja. Tapi paling tidak bisa menceritakan sisi kehidupan manusia yang berbeda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H