Lihat ke Halaman Asli

Mbah Ukik

TERVERIFIKASI

Jajah desa milang kori.

Apa Pesona Batu Akik?

Diperbarui: 19 Desember 2015   00:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber gambar: foto dari Majalah Tempo, edisi 27 Februari - 5 Maret 2006"][/caption]Batu Akik, Apa Kehebatannya?

Demam batu akik selama satu tahun ini memang membuat banyak orang menjadi sedikit aneh kalau tak pantas disebut menjadi setengah gila. Entah magnet apa yang membuat banyak orang menjadi berubah total pandangannya terhadap benda ini. Kini, pemberitaan tentang batu akik memang tidak segencar awal tahun dan penggilanya pun mulai menurun.

Beberapa kenalan pernah mendatangi penulis dan menanyakan apa mempunyai batu akik yang menarik dan mempunyai ‘kesaktian’ yang akan dibeli dengan harga yang cukup menggiurkan. Ada pula yang berpesan jika pulang dari lautan pasir Gunung Bromo, Gunung Semeru atau penjelajahan di hutan harap membawa sebongkah batu untuk dijadikan batu aji. Penulis cuma menggelengkan kepala saja.

Ada juga yang datang justru untuk menawarkan batu akiknya seharga seratus juta lengkap dengan emban ( cincin ) serta selembar surat keterangan yang menjelaskan keaslian batu tersebut serta manfaatnya. Seratus juta untuk sebuah batu? Ya enggaklah… uang dari mana!

Dulu, batu akik disebut juga sebagai batu aji karena dianggap mempunyai ‘kesaktian’ dan memberi rasa percaya diri bagi pemakainya. Peminat dan pemakainya pun hanya kalangan terbatas. Biasanya orang para dukun dan paranormal yang dianggap mendapat wangsit atau kemampuan untuk menguasai ilmu tertentu, serta kaum pinggiran. Orang terkenal yang memakai batu akik pada awal tahun 80an mungkin hanya Tessy Kabul dari Kelompok Srimulat yang sering tampil di TVRI.

[caption caption="Diedit dari: tribunenews.com"]

[/caption]

Saat ini masih saja ada yang menyebut batu akik dengan batu aji tetapi artinya mulai bergeser dari aji yang artinya sakti menjadi ‘berharga’ Kata aji dalam Bahasa Jawa artinya berharga atau dihormati. Berharga karena mempunyai pola gambar tertentu, seperti Semar, kepala harimau, atau mungkin gambar tokoh karismatik tertentu sehingga harganya mahal.

Sebenarnya, sejak awal tahun 90an pecinta batu sudah mulai menjalar ke masyarakat kelas menengah namun masih cenderung ke batu permata. Kalangan menengah ke atas masih jarang yang menggunakan secara terbuka. Atau mungkin juga banyak yang mencintai, memiliki, dan memakainya namun tidak mendapat sorotan media karena belum menjadi daya tarik masyarakat umum.

Sore tadi, di tengah derasnya hujan dan dinginnya cuaca, penulis membuka-buka kembali koleksi Majalah Tempo mencari bacaan yang tepat untuk menghilangkan kebosanan berita Setyo Novanto yang melanda bertubi-tubi. Sungguh tak terduga menemukan Tempo 2006 yang juga menulis tentang dua orang tokoh, yakni Ryaas Rasyid (mantan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara) dan Moh. Amin, Ketua Partai Bintang Reformasi Kota Pasuruan yang tergila-gila dan menjadi kolektor batu akik.

Di antara koleksi Ryaas Rasyid yang paling menarik adalah akik hitam yang tenggelam bila dimasukkan air tawar namun mengapung jika dimasukkan air asin dan batu akik pemberian Jendral Wiranto yang bermotif wanita memakai mahkota, serta batu akik merah tua yang bermotif tulisan Arab ‘bismillah’
Masih menurut Tempo, Ryaas Rasyid dan Moh. Amin menjadi kolektor batu akik bukan berarti mempercayai kisah-kisah klenik yang ada dalam masyarakat tertentu tentang batu akik. Bagi mereka yang menarik dari batu akik selain warna adalah motif, sebab ini yang paling langka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline