Lihat ke Halaman Asli

Mbah Ukik

TERVERIFIKASI

Jajah desa milang kori.

Sulitnya Memadamkan Rimbunan Bambu yang Terbakar, Apalagi Lahan Gambut!

Diperbarui: 24 Oktober 2015   21:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jam 1 siang tadi ( Sabtu, 24 Oktober ), saat kami sedang istirahat sambil berbincang rencana Persami ( Perkemahan Sabtu dan Minggu ) yang akan diselenggarakan pada Mei 2016, tiba-tiba saja terdengar beberapa kali letusan bambu diiringi asap putih yang menyelimuti lahan perkemahan di komunitas kami yang ada di kaki Gunung Kawi atau sekitar 12 km barat Malang . Sontak kami bertiga lari menuju belakang gedung yang dikelilingi rimbunan bambu. Memang tak terlalu luas. Lebarnya hanya sekitar 75m dan panjangnya sekitar 500m. Tetapi, rerimbunan ini terus menyambung dengan milik penduduk sepanjang 4 – 6 km.

Apa yang kami duga menjadi kenyataan, hutan bambu ini sedang terbakar. Entah siapa yang membakar. Dalam kurun waktu hanya sepuluh menit kedatangan kami, sudah ada sekitar tujuh rimbunan yang terbakar. Selain karena angin kering musim kemarau yang menyebabkan cepatnya rambatan api adalah tumpukan daun bambu dan rerumputan kering setebal tak lebih dari 10 cm serta ranting dan dahan kering yang ada di lahan tersebut.


Kami pun segera menarik dua buah selang setengah dim masing-masing sepanjang 50m untuk menyemprotkan air yang berkecepatan maksimum 2 liter perdetik. Jumlah yang amat kecil. Setidaknya bisa memperlambat laju api. Dalam waktu 20 menit tampak api mulai padam. Hanya asap putih yang terus menutupi lahan kami dan membuat nafas tersengal dan mata perih.

Belum 10 menit istirahat, tiba-tiba saja angin kencang berhembus dan asap putih semakin menguasai lahan seluas 12 hektar tempat sebuah komunitas sedang melakukan outbond. Tentu saja kami kelabakan, mendekati titik api amat menyesakkan nafas. Ketika kami mendekati titik api, sepertinya mereka berjalan demikian cepat mengikuti tumpukan daun kering. Seakan kami dikejar untuk masuk neraka. Namun jika dibiarkan akan merambat dan membakar ladang tebu yang kering milik penduduk. Bahkan bisa merambat ke perkampungan. Merambat mendekati lahan dan gedung komunitas, bisa kami cegah dengan cukup efektif selain terpisah oleh jurang selebar 20 m dengan kedalaman 25 m, tumpukan daun kering sudah kami singkirkan dengan bantuan panitia outbond. Tetapi asap putih yang cukup tebal tentu mengganggu kami. Walau kemungkinan api merambat oleh hembusan angin lewat rerimbunan bambu juga bisa menjadikan sebuah malapetaka.

Usaha memadamkan dengan selang kecil.


Jam 2.30 api mulai mengecil dan di beberapa tempat betul-betul padam setelah melahap beberapa tanaman yang segar. Jam 3 sore, saat penulis mau pulang, terdengar lagi letusan bambu yang terbakar dan tampak api kembali membesar mendekati ladang tebu milik warga.

Tak ada yang bisa dilakukan selain memberitahu warga untuk segera memadamkan dengan cara apa pun.

Sungguh peristiwa yang cukup mendebarkan. Lahan yang terbakar tak lebih dari 2 ha, toh api dan asapnya membuat kami kelabakan dan kuatir yang amat sangat. Sulit dibayangkan betapa tersiksanya saudara-saudara kita yang di Sumatera dan Kalimantan yang ribuan hektar lahannya terbakar selama berminggu-minggu. Sebuah malapetaka kemanusiaan yang amat besar.

Setelah api mulai sedikit mereda, beberapa teman dan mereka yang berjibaku memadamkan mengumpat dan memaki mereka yang sengaja membakar dedaunan kering ini, sekalipun kami tak tahu siapa.

Maka memang sepantasnya, para pelaku pembakaran di Sumatera dan Kalimantan diadili sesuai dengan hukum.

*) Keterangan Gambar: Sebagian pohon salak yang ikut terbakar | Dok. Pribadi



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline