Lihat ke Halaman Asli

Mbah Ukik

TERVERIFIKASI

Jajah desa milang kori.

Gelegar Para Dewa di Lereng Gunung Semeru

Diperbarui: 2 September 2015   13:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Klabang Abang"][/caption]

Klabang Abang dari Jabung amat marah ketika mendengar bahwa Slendang Kuning dari Gubuk Klakah sudah memilih Cucak Ijo seorang pemuda Wajak untuk menjadi pasangan hidupnya. Kemarahannya semakin menjadi saat Ulet-ulet Uwe dari Singhasari berhasil melewati daerahnya dan berhasil masuk ke wilayah Poncokusumo yang ingin ditaklukkannya. Kini Klabang Abang menyadari bahwa pasukan telik sandinya tak sebagus yang ia banggakan.
Niat untuk menyusul wadyabala Singhasari dan menggempur Wajak harus dipertimbangkan lagi sebelum wadyabala Gubuk Klakah menghadang di daerah Tulus Ayu. Lalu Klabang Abang pun minta bantuan wadyabala Pulung Dawa membantu menuju Wajak. Gayung tak bersambut. Degan Ijo, penguasa Pulung Dawa tak berniat menguasai Wajak yang dianggap sebagai lemah umpaking dewa di Mahameru.
Klabang Abang semakin kecewa, maka wadyabalanya pun diglandhang tanpa dukungan penguasa lain menuju Wajak dengan berharap pasukan Ulet-ulet Uwe sudah bisa mengalahkan Wajak. Di luar dugaan, di Poncokusumo Klabang Abang bertemu wadyabala Ulet-ulet Uwe sudah babakbelur dipukul mundur oleh Wajak dengan bantuan Gubuk Klakah dan Wates.

[caption caption="Slendang Kuning"]

[/caption]
“Aja kok terusake lakumu mangetan. Wadyabala Wajak dene Gubuk Klakah lan Wates ora ana sing tedas tapak palune pandhe lan gurinda….” Jangan kau lanjutkan perjalananmu ke timur. Pasukan Wajak dan Gubuk Klakah serta Wates tak ada bisa dihancurkan dengan palu dan sabetan gerinda….” Kata Ulet-ulet Uwe pada Klabang Abang.
Keberanian Klabang Abang menjadi susut. Ia tak menyangka kalau wadyabala Ulet-ulet Uwe yang merupakan utusan Tunggul Ametung untuk menaklukkan Wajak agar bisa mendekati para dewa di Mahameru bisa pontang-panting colong playu tinggal glanggang alias lari ketakutan.
“Sampun ngantos panjenengan rumaos saged dipunteklukaken Wajak saderengipun adep-adepan kaliyan Cucak Ijo atase lare alit saking redi Widodaren…” kata Orong-orong pemimpin wadyabala Jabung. ( Jangan sampai Baginda merasa kalah sebelum berhadapan langsung dengan Cucak Ijo yang hanya seorang anak kecil dari gunung Widodaren )
0 0 0 0 0

[caption caption="Ulet-ulet Uwe"]

[/caption]
“Apa ta aku kurang ayu lan sexy ta Kakang….? Dene panjenengan kudu neklukake Wajak mung jalaran kesengsem karo Sledang Kuning kancaku rikala ing padepokan biyen.” rayu Kemben Abang istri Klabang Abang. ( Apakah aku kurang cantik dan sexy, Kanda? Sehingga Kanda harus menaklukkan Wajak hanya karena tertarik dengan Sledang Kuning temanku dulu saat di padepokan ).
“ Weladalah, sajane mono aku kesengsem karo Slendang Kuning. Mung amerga Simbokmu sing ngglibet wae supaya bisa duwe mantu aku….” ( Weladalah, sebenarnya aku memang tertarik dengan Slendang Kuning. Hanya karena Ibumu yang terus menggoda supaya punya menantu aku….”
“Oaaalaaaa…mboké… mboké… duwe bojo kok ya brangasan!” ( Oaaalaa…Ibu…Ibu…punya suami kok yang brangasan! )
“Apaaaa………?”
“Menawi Kakang badhe nerusaken lampah, hla inggih mangga kersa. Nanging sinten ta tiyang estri ingkang purun diwayuh.” ( Jika Kanda ingin melanjutkan niat, ya silakan. Tetapi wanita mana yang mau dimadu.)
0 0 0 0 0

[caption caption="Kemben Abang"]

[/caption]
Hari Selasa Wage, Klabang Abang pun menuju ke timur. Kini bersama wadyabalanya duduk terpaku penuh keheranan di antara ketakutan melihat wadyabala Ulet-ulet Uwe babak belur digebugi wadyabala Wajak yang dibantu Gubuk Klakah dan Wates yang hanya bersenjatakan carang ori atau ranting bambu ori.
Klabang Abang kini jadi bimbang. Kesejatian lelakinya jadi mungsret. Ada sesuatu yang mengganjal di benaknya. Terbayang wajah Kemben Abang, wajah manis istrinya yang belum memberi keturunan sehingga ia ingin menggaet Slendang Kuning.
“Menawi Kakang saged neklukaken Wajak, Slendang Kuning bakal dados sisihan Panjenengan. Nanging menawi Kakang ingkang tekluk, kula bakal nderek sinten…..?” (Jika Kanda bisa menaklukkan Wajak, Slendang Kuning akan menjadi istri Kanda. Tetapi jika Kanda yang kalah, aku akan ikut siapa….?)
Terngiang kata-kata sendu Kemben Abang yang tak mau dimadu.
“ Ora! Ora bakal aku sudi kowe dadi wayuhane Cucak Ijo!” (Tidak! Aku tidak sudi engkau jadi madu Cucak Ijo!)
0 0 0 0 0

[caption caption="Cucak Ijo dan Slendang Kuning"]

[/caption]


Surak….horee…..surak….hore….hore…. Suara tetabuhan dari kendang dan bende dan pekikan dari wadyabala Wajak dan Gubuk Klakah dari timur membuat kaget wadyabala Jabung dan Singhasari keget. Tak terkecuali para pemimpin mereka Klabang Abang dan Ulet-ulet Uwe. Mereka segera angkat kaki seribu menuju barat, ke Jabung dan Singhasari.
Mereka tak menyadari kalau yang lewat hanyalah masyarakat dan pamong serta arak-arakan seni Bantengan dan Jaranan dari Desa Gubuk Klakah yang baru saja pulang dari mengikuti pesta pernikahan Cucak Ijo dan Slendang Kuning di Wajak.
Warga dan pamong serta wadyabala Tulus Ayu pun merasa senang atas minggatnya wadyabala Jabung dan Singhasari yang selama ini hanya datang minta upeti dan bukan melalukan ritual keagamaan di lereng Gunung Semeru.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline