Lihat ke Halaman Asli

Mbah Ukik

TERVERIFIKASI

Jajah desa milang kori.

Wanita Perdesaan Menuju Jati Diri Sejati

Diperbarui: 27 Agustus 2015   12:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Melanjutkan pendidikan dan ingin hidup lebih sejahtera tentu diharapkan semua orang. Entah orang desa, orang kota, kaum pria atau wanita. Namun untuk mencapai hal tersebut bukanlah hal yang mudah. Banyak hal yang harus dihadapi. Mulai dari kungkungan budaya, keterbatasan beaya pendidikan dan tempat pendidikan yang sulit dijangkau. Beaya pendidikan sampai tingkat SMA dan SMK boleh dikatakan masih mudah dijangkau dengan bantuan pemerintah lewat Dana BOS dan BOSDa. Tetapi menjangkau tempat pendidikan bukanlah hal yang sepele, apalagi bagi mereka yang hidup di pedesaan dan pedalaman. Tentunya hal ini semakin berat bagi kaum hawa yang terkungkung dalam budaya yang mengatakan ‘buat apa sekolah tinggi-tinggi toh pada akhirnya harus kembali ke dapur’

Sejak jaman Kartini kegelisahan sudah menjadi bagian dari kaum wanita untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi. Bukan hanya keinginan hingga sampai tingkat SMA atau SMK lalu bekerja mencari uang yang kelak menjadi bekal hidup berkeluarga. “Kami ingin kuliah dan menjadi mahasiswa!” kurang lebih itulah seruan kaum wanita pedesaan.
Memang tak semua kaum wanita pedesaan tak memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan hidup sebagai seorang eksekutif professional atau minimal sebagai seorang pengambil kebijakan dalam berkarya dan bukan hanya sebagai pelaku minor yang ‘sendika dhawuh’ atau hanya melakukan tugas dari pimpinan. Hanya saja jumlahnya tak terlalu sebanding dengan kaum pria.


Hidup sejahtera, tentu menjadi tujuan hidup. Apalah artinya pendidikan tinggi yang menghabiskan kalau toh tak bisa menjamin kehidupan yang lebih baik. Itulah salah satu kendala yang menjadi ganjalan bagi kaum wanita perdesaan untuk lebih maju.
Sekali lagi, tak semua wanita pedesaan mempunyai pandangan seperti ini. Ada juga yang berhasil menggapai pendidikan yang lebih tinggi lalu kembali ke desa untuk mengabdi demi kemajuan warga desanya. Menjadi tenaga pendidik, tenaga paramedik, atau tenaga sosial tanpa honor yang layak. Menerima imbalan hanya tiga ratus ribu atau paling tinggi empat ratus ribu adalah lumrah. Bahkan hanya menerima seratus lima puluh ribu. Tentu mereka berharap kelak akan ada perbaikan nasib untuk hidup lebih sejahtera dan bukan hanya menjadi ujung tombak pembangunan masyarakat tanpa imbalan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup.

Bergerak dan terus bergerak kaum hawa pedesaan mencari jati diri mengembangkan negeri ini demi kemajuan dan kesejahteraan bersama tanpa mengenal lelah.



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline