Dalam seni karawitan ataugamelan Jawa, para penabuhnya biasa disebut wiyaga. Ada yang menyebut pengrawit dan panjak. Di tempat lain, ada yang menyebut panjak hanya sebutan bagi penabuh kendang. Tentang penabuh kendang, merupakan pemain yang paling utama dalam seni karawitan. Jika pada orkestra penabuh kendang bisa disejajarkan dengan konduktor.
Saat mengiringi permainan wayang kulit, penabuh kendang boleh dikatakan hampir tak pernah istirahat. Sepertinya dalang dan pesinden. Apalagi saat adegan goro-goro pengendang harus siap mengiringi tarian atau lawakan yang dilakukan oleh bintang tamu.
Dan saat peperangan penabuh kendang harus bisa mengiringi dan mengimbangi setiap gerak wayang kulit sesuai kehendak sang dalang. Kesalahan sedikit saja akan menjadi bahan sindirian sang dalang. Demikian juga dalam permainan bantengan, jaran kepang ( kuda lumping atau jatilan ), dan jaran kencak suara kendang begitu dominan. Setiap dinamika hentakan dan gerakan penari amat tergantung pada tetabuhan kendang.
Tak semua wiyaga, pengrawit, atau panjak belum tentu bisa memainkan kendang sekalipun penabuh kendang biasanya bisa memainkan gamelan lainnya.
Dalam segi warna musik, kendang ada dua jenis: kendang alusan atau kulonan biasa dipakai dalam karawitan gaya Jogja dan Solo. Namun pemakai bukan berarti dari wilayah tersebut, tetapi semua karawitan yang terpengaruh gaya Jogja dan Solo. Sekalipun ada batas semu, biasanya digunakan di barat Malang, Jombang, Lamongan, dan Tuban. Kendang ini lumrah untuk mengiringi pagelaran wayang kulit, wayang orang, dan kethoprak. Sedang sebelah timur wilayah tersebut menggunakan kendang jegdongan yang biasa digunakan untuk iringan musikl jaran kepang dan ludruk atau wayang kulit gaya wetanan ( Jawa Timuran ). Cara penabuhan gaya wetanan lebih menghentak-hentak.
Kendang Jidor untuk permainan Bantengan dan Pencak Silat.
Dari segi fisik biasanya ada ukiran bunga di setiap sudut ikatan tali penarik kulit kendang. Sekali pun ini tak selalu membedakan karena kendang gaya Sunda kadang juga tak ada ukirannya.
Dalam segi fungsinya dan bentuknya ada tiga jenis kendang: bem, kendang, dan ketipung. Bem bisa disebut sebagai bas dan ketipung sebagai minor yang keduanya hanya sebagai pengiring. Sedang yang utama dan paling sering ditabuh adalah kendang itu sendiri.
Ada juga kendang model Bali, Lombok, dan Sumbawa yang cara menabuhnya sisi kiri dengan tangan sedang sebelah kanan dengan pemukul yang disebut kethuk. Selain digunakan di wilayah tersebut juga digunakan di wilayah Suku Tengger, terutama dalam permaianan jaran kencak.
[caption id="attachment_360715" align="aligncenter" width="399" caption="Kendang model Sumbawa"]
[/caption]
[caption id="attachment_360717" align="aligncenter" width="400" caption="Kendang gaya Bali"]
[/caption]
Juga ada kendang yang ukurannya sebesar drum ( band ) yang disebut kendang jidor. Kendang ini lebih banyak dipakai dalam seni pencak silat yang ada di wilayah yang terpengaruh budaya Suku Madura dan seni bantengan yang merupakan kearifan lokal wilayah Malang Raya ( Malang & Batu ), serta sendratari Tari Topeng Malang.
Untuk kendang dalam seni budaya Sunda dan Banyumasantak jauh berbeda dengan gaya kulonan. Hanya warna musiknya yang membedakan. Misalnya degung dan sambingulun.
https://www.youtube.com/watch?v=C-MvYbLFlEU
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H