Lihat ke Halaman Asli

Mbah Ukik

TERVERIFIKASI

Jajah desa milang kori.

Sandalmu Ada di Kepala!

Diperbarui: 24 Juni 2015   11:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1371991862223735575

[caption id="attachment_250830" align="aligncenter" width="582" caption="Ana turis lagi nunggang kapal ing Bromo. Ada turis naik kuda di Bromo. Foto: pribadi"][/caption]

Jika pembaca yang masih menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa pergaulan, sedikit banyak pasti mengetahui perbedaan dalam pengucapannya di setiap daerah. Bahasa Jawa di daerah Jawa Tengah tentu berbeda dengan Bahasa Jawa Timuran. Bahkan di Jawa Timur sendiri juga berbeda, misalnya Malang – Surabaya terkenal dengan khasnya yang agak kasar. Untuk wilayah Blitar, Trenggalek dan Tulungaagung sampai Ponorogo lebih halus dan mendekati dialek Jawa Tengah yang halus. Wilayah Pasuruan, Probolinggo, Jember, Bondowoso, Situbondo, dan Besuki lebih terpengaruh dialek Madura dan agak lebih kasar daripada dialek Malang Surabaya.Sedangkan, wilayah Banyuwangi yang ada di pedalaman selatan justru lebih halus lagi bahkan mendekati kehalusan dialekJawa Tengah. Namun, anehnya wilayah Suku Tengger justru malah mendekati dialek Banyumasan. Perbedaannya bukan sekedar membaca huruf ‘a’ tetap pada ‘a’ misalnya:huruf ‘a’pada kata ‘ayah’ ‘siapa’ dan ‘apa’ Sedangkan pada Bahasa Jawa lainnya huruf ‘a’ sering dibaca dengan vokal ‘o’ atau ‘â’. Misalnya pada kata ‘aja’ ‘rana’ atau ‘maca’ dan ‘kaca’

Selain itu dialek Suku Tenggermasih menggunakan istilah yang sudah jarang bahkan tidak dipakai lagi dalam Bahasa Jawa di perkotaan. Tak heran jika, para pengunjung Taman Nasional Bromo Tengger Semeru kadang tak mengerti dengan baik jika berbicara dengan masyarakat Suku Tengger.

Misalnya dalam percakapan ini:

Kula badhe pados rumput ten ledokan numpak kapal,” kata salah seorang pencari rumput. Bagi mereka yang jarang menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa ibu akan bingung dengan kata ‘kapal’ Apa mungkin seorang pencari rumput pergi ke lembah atau padang rumput dengan naik ‘kapal’? Padahal ‘kapal’dalam Bahasa Jawa berarti ‘kuda’. Di pedesaan atau pedalaman Jawa, sampai dengan tahun akhir 60an kata ini masih jamak dipakai.

Atau ungkapan ini:

“Sandal rika ana sira” Tentu saja ungkapan seperti ini membuat terkejut dan terheran-heran yang mendengarkan. Dalam pergaulan Bahasa Jawa sehari-hari yang menggunakan dialek Jawa Tengah dan Jawa Timur ungkapan ini dibaca: Sandal riko ono siro, yang artinya sandalmu ana ing aku. Bahasa Indonesia berarti : Sandalmu ada padaku.Tetapi karena huruf ‘a’ tetap dibaca ‘a’ dan bukan ‘o’ atau ‘â’maka bisa berarti: Sandalmu ada di kepala.

Dalam dialek Jawa Tengah dan Jawa Timur kata ‘sira’bila diucapkan dengan cepat bisa berarti ‘kepala’ Sekalipun sebenarnya berbeda tulisannya. Kata sira yang berarti aku tidak memakai huruf ‘h’ di akhir kata. Sedangkan kata ‘sirah’berarti kepala.

Apa sandal rika ana sirah? Apakah sandalku ada di kepala? Siapa mau......

Simak juga saat ayah sedang tidur kusiram!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline