Lihat ke Halaman Asli

Mbah Ukik

TERVERIFIKASI

Jajah desa milang kori.

Potret Kemiskinan Petani di Desa, Tanggungjawab Siapa?

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1382796738164159459

Ketika orang memutuskan untuk berbisnis, kebanyakan pasti berpendapat bisnis adalah bisnis. Masalah sosial bukan urusan bisnis. Kegagalan dalam bisnis seseorang bukan tanggungjawab orang lain. Masalah menejemen yang tak berjalan dengan baik adalah masalah mereka sendiri.

Boleh jadi memang demikian kenyataannya. Hampir semua orang dalam berbisnis tidak memasukkan nilai humanisme dan sosialime. Kebangkrutan akan menyambut mereka. Setidaknya itu yang selama ini saya perhatikan.

Sementara melihat orang lain yang kurang beruntung, hanya diam saja dan menganggap mereka sedang bernasib kurang baik atau tak becus mengelola atau salah urus dan banyak lagi kata-kata yang tak memberi inspirasi bagaimana agar mereka yang kurang beruntung bisa lebih sejahtera hidupnya. Jelas tak mungkin memberi ikan terus, memberi kail dan jala juga tindakan nyata untuk memberdayakan mereka. Namun, tatkala mereka sedang tak berdaya apakah kita hanya menonton saja. “It is not my bussines!”Bisnis dengan Jiwa Sosial, Mungkinkah?

[caption id="attachment_274301" align="aligncenter" width="597" caption="Harga pisang ini tak lebih dari 500 ribu, sehingga petani enggan memanen."]

1382796961837349991

[/caption]

1382797296350389942

[caption id="attachment_274304" align="aligncenter" width="524" caption="Kemiskinan tetap melilit mereka."]

13827973451764504061

[/caption]

Bisakah, mungkinkah, beranikah, atau maukah seorang pedagang atau pebisnis sedikit melupakan prinsip-prinsip ekonomi yang efisien namun menguntungkan dengan prinsip sosial demi kesejahteraan bersama? Ataukah kemiskinan hanya menjadi tontonan untuk dibicarakan sebagai wacana untuk mengentaskan dengan segala argument yang ada namun sulit dipahami dalam realitas.

Kemiskinan yang terjadi pada masyarakat petani kita, terutama petani dengan lahan kurang dari satu hektar dan buruh tani terlebih di daerah tandus, seharusnya menjadi perhatian lebih khusus dari pihak pemerintah. Pembangunan infrastruktur jangan sampai hanya menguntungkan mereka yang lebih sejahtera (kaya). Kemiskinan bukan hanya dilihat dari data statistik untuk kampanye saling menjatuhkan dan tebar pesona bahwa para calon anggota legislatif dan partainya yang paling peduli dan bisa mengangkat masyarakat lebih makmur dan sejahtera.

Pemberdayaan masyarakat dengan lebih memperhatikan kemampuan yang dimiliki masyarakat, serta memberi peluang dan kesempatan untuk lebih sejahtera juga merupakan tanggungjawab pemerintah melalui dinas terkait. Membangkitkan kembali KUD yang kini tak terdengar lagi suaranya, dengan penataan menejemen yang tepat sehingga dapat menjadi wadah petani untuk mengembangkan dan mensejahterakan diri. KUD atau Koperasi Unit Desa yang benar-benar bermanfaat bukan menjadi ladang usaha mereka yang bukan petani, sehingga bukan “Ketua Untung Duluan”

Perhatian kepada masyarakat miskin pedesaan akan mengurangi beban urbanisasi ke perkotaan yang hanya menjanjikan kemewahan nisbi di balik keinginan untuk mencapai kesejahteraan yang tak pernah tercapai.

[caption id="attachment_274305" align="aligncenter" width="500" caption="Tanpa irigasi terpadu dan harga jual yang memadai, lahan akan ditinggalkan untuk menjadi masyarakat urban"]

1382797431946105752

[/caption] [caption id="attachment_274306" align="aligncenter" width="500" caption="Atau membuka lahan baru untuk meningkatkan penghasilan yang berakibat kesimbangan menjadi timpang."]

13827975741360843056

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline