[caption id="attachment_197737" align="aligncenter" width="502" caption="Sumber gambar: maylanilestari.blogspot.com"][/caption]
Saat diterima bekerja di sebuah perusahaan atau instansi, perasaan lega tentu menyelimuti diri. Apalagi, sesuai dengan bakat, hobi, dan cita-cita. Maka seiring perjalanan waktu menuju karir yang diharapkan dan ambisi untuk bisa berbuat lebih dari sekedar bekerja menjalankan perintah sesuai aturan mulai luntur. Kemampuan dan kreatifitas dalam mengembangkan visi dan misi perusahaan atau instansi untuk lebih maju serta keinginan kuat untuk mendapat tunjangan lebih dari sekedar gaji dan uang makan akan mendorong menjadi sebuah kenyataan.
Pergantian pimpinan atau staf pimpinan merupakan hal yang alami dan selalu terjadi dimana pun. Sebagai bagian dari tempat bekerja, tentu kita mulai melirik dan berusaha untuk menggapainya. Tentu saja, karyawan dan teman sejawat yang berprestasi juga ingin menggapainya. Dan mereka menjadi saingan bagi kita. Jadi, jangan memandang sebelah mata dengan menganggapnya sebagai pesaing ‘kecil’ yang tak perlu perhatian khusus. Bagaimanapun juga para ‘staf pimpinan dan pimpinan’ terdahulu dan tertinggi mempunyai penilaian berbeda daripada sekedar prestasi yang pernah anda capai.
Menyadari bahwa mempunyai kekurangan dan tak mempunyai kelebihan seperti yang dimiliki oleh ‘pesaing’ lain, tentu harus berani membuka pintu hati untuk bekerjasama demi tercapainya ambisi. Di satu sisi, harus berani dan siap untuk menerima kekalahan.
[caption id="attachment_197739" align="aligncenter" width="334" caption="Sumber gambar: kafebrownies.com"]
[/caption]
Kekalahan itu menyakitkan?
Barangkali saat tak terpilih menjadi ‘pimpinan’ tentu kita menyadari akan kekurangan kita. Dan ‘cukup legawa’ menerima ‘pesaing’ menjadi ‘orang pertama atau pengambil keputusan dan kebijakan ‘ perusahaan atau instansi. Penulis katakan ‘cukup legawa’ karena yakin kekalahan pada awalnya sulit diterima. Apalagi, kadang dirasakan bahwa para pesaing dulu sering mencuri dan mendahului ide yang pernah diungkapkan pada mereka. Sungguh suatu hal yang amat tidak mengenakkan.
Tersingkir dan terbuang.
Lambat laun, memang perasaan kalah akan sirna. Berkarya dengan semangat baru dan tetap bekerja sama dengan pimpinan baru untuk mengembangkan institusi haruslah diciptakan. Ambisi untuk menjadi yang pertama, harus dipendam. Rasa kecewa dan ‘sakit hati’ yang muncul ke permukaan akan mendorong hubungan yang tak harmonis dan bisa menjadi penyebab semakin tersingkirnya kita. Mengungkapkan atau menagih janji atas kerjasama yang pernah terungkap pada saat masih menjadi staf bukanlah sesuatu yang tabu. Namun harus dimengerti, janji bukanlah sebuah program untuk mengembangkan institusi. Ambisi pribadi tak mungkin ‘diingkari’ Pepatah: tak ada persahabatan sejati selain kepentingan pribadi yang ada, merupakan kenyataan. Maka, bersiaplah untuk menerima kenyataan yang lebih pahit dan menyesakkan. Bukan saja gagal menjadi ‘pengambil keputusan’ atau bahkan sekedar staf saja. Malah tersingkir dan terbuang. Siapkah....?
---------------
Pindah profesi? Pindah kerja? Pindah perusahaan?
Kalau merasa mampu, mengapa tidak?
---------------
Sebuah catatan kecil......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H