Sandyakala Budaya Ning Tanah Jawa ( 2 )
Suku Tengger pelarian sisa-sisa Majapait.
Dalam pandangan umat Buddha Jawa dan sebagian masyarakat Jawa seperti yang tertulis pada Babad Majapait, Negara Kertagama, dan Babad Tanah Jawa setelah Prabu Kertabhumi (Brawijaya V) dibaiat menjadi seorang muslim oleh Sunan Bonang, penasehat spiritual sang prabu Sabdapalon dan Nayagenggong serta para pengikut Majapait melarikan diri ke wilayah pegunungan Bromo dan Semeru. Di sanalah para pelarian Majapait membentuk komunitas yang masih mempertahankan budaya Majapait dan menjadi suku tersendiri, Suku Tengger.
Bagaimana kisah selanjutnya tentang Prabu Kertabhumi setelah memeluk Islam sulit mendapatkannya. Serat-serat dan babad-babad abad pertengahan maupun literatur-literatur masa kini yang cukup ilmiah sulit didapatkan, bahkan boleh dikatakan tidak ada. Hanya mitos yang beredar dan masih bertahan di daerah tertentu saja kisah itu dapat dipetik.
Walau harus diakui bahwa para muda saat ini mendapatkan kisah atau mitos-mitos itu hanya dari ‘perkembangan teknologi informasi’ daripada cerita yang turun langsung dari mulut para orangtua kita. Para muda sering menganggap para ‘orangtua’ adalah kaum yang terbelenggu oleh budaya dan mitos yang tidak rasional. Sedangkan para orangtua merasa diabaikan dan tak mau ‘berkomunikasi’ dengan para muda yang dianggapnya ‘sok tahu.’ Apakah ini (salah satu) pertanda meredupnya budaya Jawa di kalangan para muda?
Gunung Lawu tempat pelarian terakhir Kertabhumi?
Mengetahui bahwa Majapait akan ‘sirna ditelan kala’ Sang Kertabhumi pergi meninggalkan kedaton menuju Gunung Lawu untuk menenangkan diri. Kerisauan hatinya sulit dipadamkan melihat putranya sendiri yang bernama Raden Patah telah memberontak dan menghancurkan Majapait. Sabdapalon Nayagenggong penasehat spiritualnya pun tak kuasa meredamnya saat Sang Kertabhumi harus moksa di Hargadalem, salah satu puncak Gunung Lawu. Sang abdipun harus meninggalkan ‘dunia’ dengan moksa pula di Hargadumiling, juga salah satu puncak Gunung Lawu.
[caption id="attachment_160293" align="aligncenter" width="697" caption="Lereng Gunung Lawu, di daerah ini Kertabhumi sering menenangkan hati."]
[/caption] [caption id="attachment_160294" align="aligncenter" width="713" caption="Sandyakala ning Tawangmangu, Lereng Lawu"]
[/caption]
Kisah inilah yang menjadikan Gunung Lawu menjadi salah satu gunung (di antara gunung-gunung bersejarah) yang dikeramatkan bagi sebagian orang (Jawa) yang masih bertahan mengagungkan budaya tradisional.
Pantai Ngobaran Gunung Kidul, Jogyakarta.
[caption id="attachment_160295" align="aligncenter" width="702" caption="Tempat Sang Kertabhumi moksa."] [/caption]
Pantai yang terletak di Desa Kanigoro ini boleh dikatakan pantai terindah di sepanjang pesisir laut selatan Pulau Jawa, selain Pantai Balekambang, Malang. Selain indah karena tebingnya yang curam dan tinggi, pantai ini juga cukup ‘berbeda’ dengan pantai-pantai selatan lainnya. Jika pantai selatan yang lain bisanya hanya terdapat pura dan surau kecil, di sini terdapat juga bangunan kecil untuk ritual bagi penganut Kejawan (Bondhan Kejawan putra Kertabhumi) dan juga joglo bagi pengikut Kejawen.
Bagi masyarakat setempat ( dan juga sebagian orang Jawa ) yakin di Pantai Ngobaran inilah Sang Kertabhumi dan istrinya tercinta moksa dengan cara membakar diri daripada mengikuti agama para penguasa baru tanah Jawa yang telah menghancurkan Majapait.
© den mas ukik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H