Lihat ke Halaman Asli

Mbah Ukik

TERVERIFIKASI

Jajah desa milang kori.

Kandang Ayam Kampung Mbah Gampengan

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14117122531099811367




Bagi masyarakat pedesaan, salah satu mata pencahariannya adalah memelihara hewan ternak. Salah satunya yang paling digemari adalah ayam kampung. Alasannya mudah perawatan, tak memerlukan kandang yang besar, dan dapat diberi pakan dari sisa-sisa makanan atau sayuran. Tiap keluarga biasanya memelihara tak lebih dari sepuluh ekor. Terpenting pada saat punya hajat atau hari raya tak perlu membeli, karena harga ayam kampung relatif lebih mahal dari ayam ras.

Berbeda dengan kandang ayam pada umumnya, kandang ayam Mbah Gampengan tidak berada di samping atau di belakang rumahnya. Tetapi ada di bawah gampengan ( tebing kecil ) pinggir kebunnya, di tepi sebuah jalan tembus menuju Malang Selatan. Untuk menghindari pencurian dari tangan-tangan jail dan musang setiap hari Mbah Gampengan selalu berada di situ. Kecuali pada hari-hari tertentu ia tidur di rumahnya yang kini ditempati anak dan cucu-cucunya. Karena sering menempati gubuknya yang ada di bawah gampengan inilah Beliau disebut Mbah Gampengan, padahal nama sebenarnya adalah Mbah Karjo.

Selain bertani dan memelihara ayam, Mbah Karjo dan istrinya membuka warung kopi dan makanan gorengan di atas gampengan untuk melayani para petani atau sopir-sopir praoto yang sering istirahat di sana sambil ngisis di bawah pohon jati.


14117123161092537679



Karena kopi buatan Mbah Gampengan nikmat dan gorengannya enak serta murah, warungnya menjadi buah bibir para sopir minibus antar kota kecamatan. Maka yang ngetem di situ pun makin banyak. Entah bagaimana kisah awalnya, pada suatu saat ada seorang wanita muda cantik meminta jadi asisten di warungnya. Terdorong belas kasihan, Mbah Gampengan berdua mau menerima wanita tersebut untuk membantu memasak dan mencuci peralatan dapur dan makan. Apalagi warungnya kini juga menyediakan soto ayam.

Kehadiran wanita muda sebagai asisten Mbah Gampengan semakin menjadi daya tarik dan buah bibir masyarakat. Dan tentu saja warung Mbah Gampengan semakin ramai. Mbah Gampengan pun tak sempat memelihara ayam kampung lagi. Kandang ayam kampungnya dibongkar dan dijadikan rumah klenengan ( separuh tembok separuh gedhek ) untuk tempat tinggal.

Pada malam hari, warungnya tutup separuh karena hanya melayani penjualan rokok dan kopi. Mbah Gampengan yang sudah cukup tua menyerahkan sepenuhnya penjualan termasuk laba pada asistennya. Maksudnya untuk menolong secara ekonomi atau pemberdayaan ekonomi asistennya agar tidak hanya mengandalkan pendapatan sebagai asisten warung. Niat baik ini tentu saja diterima dengan baik oleh si asisten yang bernama Mbak Sri yang berusaha agar warung semakin laris sekalipun pada malam hari yang sepi serta hanya berjualan rokok dan kopi. Kopinya pun ada empat macam, kopi tubruk, kopi susu, kopi jahe, dan kopi susu jahe serta ada susu jahe.

Rupanya sajian kopi susu, susu jahe dan kopi susu jahe yang menghangatkan ini menjadi perbincangan hangat di masyarakat. ApalagiMbak Sri betul-betul menjual susuasli dan jahe yang panas dan dalam penyajiannya penampilan Mbak Sri begitu mengerti kebutuhan pasar. Sekalipun ia hanya ayam eh wanita kampung ia tak mau ketinggalan seperti para SPG di showroom yang memakai pakaian seksi atau berbaju leher V dengan belahan panjang. Warungnya pun semakin terkenal dan ramai. Mbak Sri pun minta ijin pada Mbah Gampengan untuk mengambil dua orang asisten wanita untuk warungnya. Mbah Gampengan yang mengetahui warungnya semakin ramai dan laris tentu saja tak menolak.

Lebih dari tiga puluh tahun warung Mbah Gampengan telah berdiri dengan menyediakan ayam montok, susu asli, dan jahe yang menghangatkan. Sebuah warung kecil dengan lima atau enam wanita sebagai asisten yang menarik bagi laki-laki nakal.

14117131631379378754

Minggu, 21 September 2014 kemarin, penulis mengajaksebuah komunitas peduli wanita dan sepuluh janda-janda berkunjung ke Warung Mbah Gampengan untuk sebuah pembinaan rohani. Tak jauh berbeda dengan keadaan lima tahun yang lalu. Warung yang mulai sepi ini tetap dilayani oleh tiga – empat wanita muda yang berbeda setiap saat. Apakah mereka wanita-wanita pelarian dari lokalisasi yang telah ditutup? Entahlah. Perlu uluran tangan mereka yang peduli untuk memberdayakan dan mengentas mereka. Sehingga mereka tak perlu berkata lagi:

“ Mas Ukik, kenapa kok gak datang sendiri sih? Sudah gak mau minum susu di sini lagi ya……?”

Alamaaaaaak……… $@%%&##**!!!()()()($#@@.&##..................

Si Marni dan para janda cuma tersenyum sambil melirik padaku. Syukurlah mereka sebelumnya sudah mengetahui bahwa aku ini pria alim......

0

0

*semua foto jepretan sendiri*



Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline