Lihat ke Halaman Asli

Susi Diah Hardaniati

IBU DARI SEORANG ANAK LELAKI YANG MEMBANGGAKAN

Asistenku Sayang #6: Ning, Dari Nobody Jadi Somebody

Diperbarui: 24 Juni 2015   15:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku ini orang susah. Tapi aku ndak mau anakku nanti juga susah."

Prinsip hidup ini sudah dipegang Ning kuat-kuat sejak pertama kali bergabung bersama kami. Masa kecilnya dihabiskan di ladang berbukit-bukit, mulai dari menanam singkong sampai memanggul karung, sehingga bahunya kokoh seperti laki-laki. Walaupun begitu, Ning ini lembut hati. Simpatik, tapi bikin segan.

Tugas utama Ning adalah mengantar Eyang kontrol atau terapi di Rumah Sakit. Usia yang lanjut menyebabkan Eyang menderita osteoporosis. Selain itu, tidak ada pekerjaan yang ditolaknya. Bila melihat postur tubuhnya, pekerjaan laki-laki pun bisa dilakukannya, tapi Mama melarang.

Dari semua anggota keluarga, Ning paling suka menempel padaku dan Arjuno. Bila sudah tidak melayani Eyang, dia mengekorku terus. Ke manapun aku pergi, dia ikut. Padahal aku bukan tipe orang yang suka pergi ke tempat-tempat hiburan yang banyak diminati asisten rumah tangga, misalnya Mall atau pasar.

Setiap kali Arjuno mengerjakan PR, Ning akan mengintip dari balik punggungnya, ikut membaca.  Bila Arjuno malas-malasan, Ning yang mengingatkan, "Ayo Mas, PR-nya dikerjakan. Yu Ning mau ikut belajar".

Karena banyak menganggur di sore hari, akhirnya Mama membiayai Ning untuk ikut kursus menjahit. Kebetulan salah satu teman Mama adalah guru menjahit. Tapi setiap kali kami menanyakan hasil jahitannya, Ning selalu menolak menunjukkan. Malu, katanya. Ketika Mama bertanya, guru menjahitnya menjawab, "Ya memang harus sabar Bu, wong dia memang biasa kerja  di kebun. Kalau disuruh menjahit ya hasilnya seperti itu..."

Mendengar jawaban "bersayap" seperti itu, Mama memutuskan tidak bertanya lebih lanjut, tapi tetap dibiarkannya Ning ikut kursus menjahit.

Apakah dengan ikut kursus menjahit, Ning jadi lebih feminin? Tidak juga. Dia tetap galak kalau memang merasa perlu marah. Bertengkar dengan tukang becak yang sangar pun dilakoninya bila dia merasa benar. Apalagi pada tukang sayur yang "sengaja" mengurangi uang kembalian.

Ning hanya takut pada kedua ibunya. Dua ibu? Ya.

Karena miskin, sejak lahir Ning dititipkan pada orang lain, sementara ibunya menjadi TKW. Ibu angkatnya ini sebenarnya anaknya banyak juga, jadi sejak kecil Ning harus membantu keluarga angkatnya di ladang dan di rumah. Tapi Ning tidak pernah mengeluh, karena dia merasa beruntung ada yang mau merawatnya.

Memasuki usia belasan, ibu kandungnya pulang. Ning jadi punya dua ibu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline