Lihat ke Halaman Asli

Ardy Mahdi Nugroho

Social Media Manager Sobat Kenyal | Awardee Beasiswa Pendidikan Indonesia

Revolusi Pandemi

Diperbarui: 30 Juli 2020   21:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pekerja medis (https://acehonline.co/)

Tak terasa sudah 7 bulan lamanya virus corona menggegerkan dunia. Berdasarkan data resmi yang dihimpun oleh Worldometers, lebih dari 200 negara sudah kedatangan tamu spesial tak kasat mata ini. Sementara itu, sudah lebih dari 17 juta penduduk dunia terinfeksi, lebih dari 10 juta di antaranya sembuh dan angka kematian menyentuh hampir 700 ribu orang.

Sementara itu dilansir dari detik.com, per 10 Juli 2020, masih ada beberapa negara yang mencatatkan nol kasus infeksi virus corona seperti Kiribati, Kepulauan Marshall, Mikronesia, Nauru, Palau, Samoa, Pulau Solomon, Tonga, Turkmenistan, Tuvalu, dan Vanuatu. Sebagian besar negara-negara tersebut berlokasi di Samudera Pasifik membuktikkan bahwa faktor isolasi geografis sangat mempengaruhi penyebaran virus ini.

Seluruh pihak merasakan dampaknya. Ramadhan tahun ini jelas merupakan ramadhan yang sangat berbeda dibanding ramadhan-ramadhan sebelumnya. Jika Ramadhan sebelumnya setan-setan ter-lockdown di neraka, maka pada Ramadhan kini manusia juga merasakan ter-lockdown di rumah mereka. 

Perayaan paskah dilaksanakan secara daring. Ibadah dari rumah merupakan imbauan keras pemerintah. Kantor-kantor dipaksa menyelenggarakan sistem WFH (Work From Home). Sementara itu, pengemudi ojol dan lusinan pekerjaan lapangan lainnya menderita di dalam kurungan lingkungan rumah mereka, mengemis pada pemerintah untuk memberikan bantuan langsung.

Semua agama jelas bersandar pada iman. Namun kini tidak cukup hanya begitu. Imun pun harus dijaga untuk mengamankan keadaan. Pepatah alam pun kini berubah. “Bersatu kita runtuh, bercerai kita teguh” merupakan sebaris kalimat yang mampu menggambarkan betapa besarnya perubahan yang diciptakan dari makhluk seukuran nanometer saja.

Kota Jakarta yang sepi (https://cdn02.indozone.id/)

Virus Corona secara langsung maupun tidak telah mengubah semua tradisi kita. Lebaran akan dilaksanakan via daring. Salam-salaman merupakan kegiatan yang haram. Mudik dilarang. Kota-kota besar makin terasa sunyi. Pusat keramaian sirna. Dan tentu saja perekonomian jatuh.

Namun meskipun demikian, ada satu pihak yang merasakan keuntungan dibalik ganasnya corona ini. Tingkat pencemaran udara menurun, polusi suara berkurang drastis, ozon kembali menebal, hewan-hewan pun dengan bebasnya berkeliaran di pusat kota. 

Tentu saja, alam lah yang merasa diuntungkan oleh pandemi ini. Alam seakan memberitahu pada manusia bahwa tanpa manusia pun, Ia akan terus berjalan, mengalami proses. Alam mengingatkan kita bahwa manusia hanyalah makhluk yang sangat lemah.

Pandemi ini secara instan dapat mengubah segalanya. Perubahan-perubahan secepat kilat terjadi. Manusia harus kembali beradaptasi. Corona sedang memugar bumi. Dan tentu saja, pandemi ini menciptakan sebuah mahakarya revolusi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline