Lihat ke Halaman Asli

ardyani putri

mahasiswa fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 SURABAYA

Bias Gender pada Media Sosial

Diperbarui: 9 Januari 2024   00:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: beautynesia.id

surabaya(9/01/2024)- saya Ardyani Putri Utami merupakan mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, jurusan Psikologi dengan dosen pengampu mata kuliah Komunikasi dan Gender Dr. Merry Fridha Tripalupi., M.Si.

Bias Gender merupakan ketidakadilan perlakuan terhadap salah satu gender, yang menyebabkan salah satunya mengalami kerugian. Bias gender dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan, tetapi seringnya lebih banyak menimpa perempuan. Akibatnya, terjadi banyak perselisihan antara laki-laki dan Perempuan.

Media sosial adalah alat komunikasi yang berpengaruh besar di masyarakat. Namun, seringkali terdapat bias gender dalam konten yang dihasilkan, yang dapat membentuk persepsi dan perilaku.

Tanpa disadari saat ini salah satu bagian dari kehidupan masyarakat adalah media sosial. Warganet atau Netizen merupakan penyebutan yang biasa digunakan masyarakat yang aktif dalam menggunakan internet/media sosial. Untuk menjadi penghubung dan berinteraksi satu sama lain melalui kolom komentar pada unggahan foto, tulisan, atau bahkan video yang di dalam media sosial.

Salah satu media sosial yang populer di kalangan masyarakat Indonesia adalah Instagram. Juga berdasarkan dari data situs statistik yang dirilis oleh Statista pada bulan Maret 2022, Indonesia memiliki 99,15 juta pengguna Instagram. Instagram sendiri merupakan media sosial yang memudahkan penggunanya untuk berbagi tulisan, foto, serta video.

Bentuk Bias Gender dalam Media Sosial, dalam hal ini perempuan sering digambarkan sebagai objek seksual, sementara pria sebagai lambang kekuatan. Sedangkan, penghargaan dan perhatian paling sering diberikan pada konten yang dibuat oleh pria. Perempuan lebih rentan mengalami pelecehan dan kekerasan verbal di media sosial.

Interaksi warganet yang terjadi media sosial, dalam hal ini Instagram, juga dapat menggambarkan nilai-nilai serta konstruksi masyarakat di dunia nyata di dalam media sosial, dalam hal ini adalah instagram. Setiap warganet memiliki nilai-nilai serta konstruksi masyarakat masing-masing yang terbentuk karena adanya interaksi di dunia nyata. Sehingga nilai-nilai serta kontruksi masyarakat yang mereka peroleh pada dunia nyata juga dapat terbawa pada saat mereka berinteraksi di Instagram. Karena itu, bias gender yang terdapat dalam lingkungan masyarakat di dunia nyata juga dapat ditemukan di Instagram.

Menurut teori konstruksi sosial, Peter L. Berger, gender terbentuk dari konstruksi sosial masyarakat yang membedakan antara laki-laki dan Perempuan. Paradigma konstruktivis, realitas sosial merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Individu adalah manusia yg bebas yang melakukan hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain. Individu menjadi penentu dalam dunia sosial yang dikonstruksi berdasarkan kehendaknya. Individu bukanlah korban fakta sosial, namun sebagai media produksi sekaligus reproduksi yang kreatif dalam mengkonstruksi dunia sosialnya (Basrowi dan Sukidin, 2002 : 194).

contoh kasus:

Dalam kasus bias gender pada media social banyak sekali kasus yang menyudutkan perempuan. Khususnya kasus pelecehan seksual di Indonesia kerapkali disangkut pautkan dengan pakaian yang digunakan oleh korban. Namun banyak masyarakat lupa bahwa kita harus berdiri dengan korban terlepas dari atribut apapun yang dikenakannya. Salah satu kasus terbaru yang terjadi dialami oleh host dari channel konten edukasi anak Kinderflix bernama Nisa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline