Lihat ke Halaman Asli

Ryan Ardiansyah

Tak ada kosa kata yang mampu mengambarkan

Bangunan Tatanan Sosial Baru?

Diperbarui: 27 Mei 2020   22:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: flickr.com/photos/47385468@N08 oleh Ashley Edwards

Negeri ini tak sekedar membutuhkan gedung tapi harapan (V for Vendetta).

Negara adalah mesin yang rumit, yang tak dapat kita susun ataupun jalan tanpa mengenal seluruh bagiannya. Kita tak bisa menekan atau mengendurkan yang satu tanpa mengganggu yang lain....(Didero)

Jika kita membaca lembaran sejarah pasti kita akan bertemu dengan kata-kata yang menekankan bahwa sejarah terulang atau yang biasa dikenal dengan istilah rekonstruksi sejarah. Penulis sepakat apa yang disebutkan oleh banyak orang tentang hal itu, karena hari ini mengalami kejadian yang sama yaitu terkena wabah, sekalipun tentu dalam waktu dan jaman yang berbeda. 

Dahulu wabah Spanyol (flu Spanyol) menyerang dunia kini wabah corona atau istilahnya covid-19. Mungkin wabah Spanyol terlalu jauh karena jarak hari dengan perang dunia ke II terlalu jauh, atau yang lebih dekat wabah flu burung, Mers, atau Sars. 

Kalau kita mencermati kejadian tersebut memberikan dampak pada kehidupaan manusia. Hal ini membuktikan bahwa pembentukkan sejarah bukan hanya dipengaruhi oleh kehidupaan politik, ekonomi, sains, pergerakan ataupun yang lainya, tapi perubahan itu bisa datang dari wabah contohnya hari ini, wabah spanyol, dan wabah flu burung.

Pada awal tahun Virus Covid-19 menyerang Wuhan, hingga bulan Maret virus berhasil masuk ke Indonesia sampai hari ini angka kasus Covid 19 meninggi. Berbagai strategi diterorkan mentah-mentah kepada Covid-19. 

Dari penerapan Social Distanscing, karantina mandiri serta perlarangan mudik lebaran guna memutus mata rantai Covid-19. Namun, disatu sisi juga bagaimana mempertahankan kehidupaan ekonomi di tengah-tengah wabah?. Pemerintah pun mensiasati dengan pemberian bantuan kepada masyarakat.

Sekarang kehidupaan manusia atau nyawa lebih berharga daripada gaya hidup yang kita ikuti. Meminjam istilah Richard Rorty yaitu Distopia humanisme-atau kemanusian sentimental- adalah istilah pemahaman atas manusia egostis yang tidak mampu bersikap solider dalam gagasan besar "metafisika kemanusiaan". 

Dalam gagasan ini senitmental manusia, mengajak kita sebagai manusia untuk keluar dari kehidupaan dan budaya sehari-hari (dari kepentingan kekuasaan, pribadi, uang, sekat-sekat agama, dan rasial serta informasi instan) dan kita hanya peduli pada satu yang kongkret seperti apa yang disebut oleh Yufal Noah Harari, yakni "Relistas Penderitaan".

Dengan adanya sesuatu yang yang kongkret yaitu Realitas Penderitaan, membawa sikap masyarakat kebudayaan yang menjadi khas Indonesia yakni gotong royong untuk saling membantu di tenga-tengah wabah. 

Keadaan seperti ini memaksa kita untuk menyampingkan sifat individualistis dan egosentis. Kemanusiaan menjadi yang lebih utama hari ini, meskipun di sisi lain sektor ekonomi tengah terjun bebas. Namun, sektor ekonomi bisa dipulihkan kembali. Akan tetapi, apakah nyawa seseorang bisa diganti atau dibeli?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline