Lihat ke Halaman Asli

Integrasi Nilai-Nilai Islam dalam Kurikulum Pendidikan Modern

Diperbarui: 27 Oktober 2024   09:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Selama ini, kita sering terjebak dalam dikotomi pendidikan Islam dan pendidikan umum. Seolah-olah kedua sistem ini harus berjalan sendiri-sendiri, bahkan kadang saling bertentangan. Padahal, dalam ajaran Islam sendiri tidak pernah ada pemisahan antara ilmu agama dan ilmu dunia. Bukankah ayat pertama yang diturunkan "Iqra" (bacalah) justru mengajarkan kita pentingnya mencari ilmu secara menyeluruh?

Fenomena dualisme pendidikan ini telah menciptakan gap yang mengkhawatirkan. Di satu sisi, kita melihat lulusan sekolah umum yang cerdas secara akademik namun miskin pemahaman agama. Di sisi lain, ada lulusan pendidikan Islam yang kuat akidahnya tetapi kurang kompetitif dalam penguasaan ilmu modern. Kondisi ini jelas tidak menguntungkan bagi kemajuan pendidikan dan pembangunan SDM Indonesia.

Pemisahan antara pendidikan umum dan agama telah menimbulkan kesenjangan yang serius. Lulusan sekolah umum seringkali memiliki pengetahuan akademik yang luas namun kurang memahami ajaran agama. Sebaliknya, lulusan sekolah agama memiliki pemahaman agama yang kuat namun kurang siap bersaing dalam dunia yang menuntut keterampilan modern. Situasi ini menghambat kemajuan pendidikan dan kualitas sumber daya manusia di Indonesia.

Sebagai contoh, ketika mengajarkan biologi tentang sistem reproduksi, guru tidak hanya menjelaskan aspek biologisnya, tetapi juga mengintegrasikan nilai-nilai akhlak dan adab dalam Islam. Atau ketika belajar fisika tentang alam semesta, siswa tidak hanya memahami teori big bang, tetapi juga diajak merenungi kekuasaan Allah melalui penciptaan alam yang begitu teratur.

Sayangnya, upaya integrasi ini masih menghadapi berbagai tantangan. Pertama, masih banyak pendidik yang belum siap dengan pendekatan integratif ini karena keterbatasan pemahaman agama atau sains. Kedua, belum tersedianya bahan ajar yang secara komprehensif mengintegrasikan nilai Islam dengan materi pembelajaran modern. Ketiga, sistem evaluasi yang masih cenderung memisahkan penilaian aspek akademik dan keagamaan.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan langkah-langkah strategis. Dimulai dari penyiapan SDM guru melalui pelatihan intensif tentang integrasi nilai Islam dalam pembelajaran. Kemudian, pengembangan bahan ajar yang mengintegrasikan nilai-nilai Islam secara natural dalam setiap mata pelajaran. Yang tak kalah penting adalah reformasi sistem evaluasi yang mampu mengukur keberhasilan pembelajaran secara holistik.

Integrasi nilai-nilai Islam dalam kurikulum pendidikan modern bukan sekadar kebutuhan, tetapi keharusan. Di tengah arus globalisasi dan revolusi teknologi yang kian deras, pendidikan kita harus mampu melahirkan generasi yang tidak hanya unggul dalam penguasaan ilmu dan teknologi, tetapi juga kokoh dalam pemahaman dan pengamalan nilai-nilai Islam.

Sudah saatnya kita meninggalkan paradigma dikotomis dalam pendidikan. Islam dan modernitas bukanlah dua hal yang bertentangan. Keduanya bisa dan harus diintegrasikan untuk melahirkan sistem pendidikan yang mampu menjawab tantangan zaman sekaligus menjaga nilai-nilai keislaman. Hanya dengan demikian, pendidikan kita bisa melahirkan generasi yang ulul albab: cerdas secara intelektual, matang secara emosional, dan kuat secara spiritual.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline