Lihat ke Halaman Asli

Ardi Winangun

TERVERIFIKASI

seorang wiraswasta

Umbar Janji dalam Pilkada Jakarta

Diperbarui: 20 November 2024   08:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sejak kecil, kita oleh guru mengaji, orangtua, maupun guru di sekolah ditanamkan nilai bahwa ketika memberi janji maka janji itu harus ditepati, dilunasi, dan dilaksanakan. Pentingnya menepati janji inilah maka ditegaskan oleh orangtua dan para guru bahwa janji adalah hutang.

Pesan tersebut cepat masuk ke dalam hati sebab ketika memberi nasehat, petuah, atau wejangan, orangtua dan para guru menegaskan bila tidak menepati janji maka berdosa dan kelak akan masuk neraka. Bila kena di dunia hidupnya akan kena bala dan tidak lagi dipercaya oleh orang. Pesan yang mendalam inilah akhirnya orang berhati-hati ketika berjanji.

Namun pesan mulia itu tidak berlaku dalam masa-masa pilkada tahun ini. Mereka mengumbar janji di sana-sini tanpa takut tidak bisa menepati. Mereka mengumbar janji apa saja yang diinginkan oleh masyarakat (para pemilih).

Di Jakarta, umbar janji gila-gilaan. Semua calon gubernur, yakni pasangan Pramono Anung-Rano Karno, Ridwan Kamil-Suswono, dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana Abiyoto, melakukan hal itu. Lihat saja salah satu janji Pramono Anung yakni bakal pasang wifi gratis di masjid dan ruang publik. Sementara salah satu janji dari Ridwan Kamil adalah BPJS gratis 100 persen untuk warga Jakarta. Meski sebagai calon dari perseorangan, independen, Dharma Pongrekun juga tak segan-segan umbar janji. Dirinya berjanji akan hapus batas usia pelamar kerja jika terpilih jadi gubernur.

Menjelang pemungutan suara, umbar janji yang dikatakan akan semakin massif. Sudah banyak janji yang dilontarkan dari mulut orang-orang pintar itu. Setiap bertemu masyarakat, mereka berjanji akan menyelesaikan masalah yang ada dan membangun fasilitas yang bisa memudahkan mereka untuk hidup dan mengakses segala layanan di Jakarta.

Bila sehari mereka bertemu masyarakat maka dalam durasi masa kampanye, kita hitung dua bulanan atau 60 hari, maka kurang lebih ada 60 janji yang diumbar dari satu pasangan calon. Isi janji-janjinya pasti bombastis dan memancing serta menarik semua orang.

Mengumbar janji merupakan strategi semua calon agar dirinya mendapat perhatian dari masyarakat. Untuk menarik perhatian maka berjanji dengan hal-hal yang bisa mengubah hidup orang dari miskin menjadi sejahtera dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Bahkan janji yang diumbar itu terkadang mengajak sesuatu yang dulu dilarang atau hal-hal yang tidak pernah dilakukan. Misalnya ada calon gubernur yang tingkat pemahaman ke-Islam-annya dipertanyakakan namun ia mengatakan akan menghidupkan kembali salat subuh berjamaah di rumah dinas gubernur.

Tidak ada kecap nomer dua, semua mengaku kecap nomer satu. Dari sinilah mereka akan menyatakan dirinya yang terbaik dan siap memberi layanan kepada masyarakat. Dalam transaksi jual-beli disebut pembeli adalah raja, maka para calon kepala daerah saat ini menempatkan masyarakat sebagai pembeli sehingga dianggap sebagai raja.

Menjadi pertanyaan, bila mereka terpilih atau menang dalam kontestasi pemilu lokal, apakah puluhan janji yang telah diumbar akan ditepati? Jawabannya ada yang ditepati, ada yang disesuaikan (disinkronkan) dengan kondisi APBD dan pembangunan dari pemerintah pusat, ada juga yang diabaikan dan dilupakan.

Janji yang ditepati biasanya pada program-program sifatnya kecil, sudah berjalan, dan tidak membebani anggaran daerah; seperti penyaluran bansos, sekolah gratis, angkutan transjakarta, dan layanan umum lainnya di mana layanan ini sudah berjalan dari gubernur ke gubernur. Program-porgram itu selanjutnya dikemas lebih apik sehingga seolah-olah menjadi program mercusuar.

Banyak kepala daerah yang meminta proyek pembangunan infrasruktur besar dari pemerintah pusat untuk dibangun di daerah. Pembangunan ini bila dilakukan dan sukses, akan dianggap sebagai realisasi janji. Masyarakat menganggap demikian sebab banyak di antara kita yang tidak bisa membedakan mana pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline