Suatu prestasi yang luar biasa bahkan menjadi catatan baru sepakbola di tanah air bahwa timnas (tim nasional) Indonesia mampu mencapai babak semifinal Piala Asia U23. Mencapai semifinal bukan hal yang mudah sebab timnas harus menghadapi dan berbaur dengan kekuatan-kekuatan Asia yang sudah malang melintang dalam Piala Dunia maupun event bergengsi sepakbola dunia lainnya, seperti Korea Selatan, Jepang, Australia, Irak, Iran, dan Arab Saudi.
Meski di babak perebutan juara ketiga kalah dengan Irak, 1-2, dan mau tidak mau harus mengikuti babak playoff melawan Guinea (Afrika) untuk memperebutkan satu tiket ke Olimpiade di Perancis tahun ini namun apa yang dilakukan oleh tim di bawah asuhan Shin Tae-yong itu patut diapresiasi.
Banyak faktor yang membuat timnas mampu melaju hingga babak semifinal. Beberapa faktor yang membuat kesebelasan yang kerap menggunakan seragam merah itu mampu melaju hingga empat besar, adalah, pertama, kepiawain pelatih Shin Tae-yong. Mantan pelatih Timnas Korea Selatan itu terbukti sukses membuat penampilan timnas kita lebih energik dan bergerak cepat. Racikan yang disuguhkan mampu mendongkrak penampilan tim yang biasanya lamban beralih menjadi kesebelasan yang agresif. Dari catatan penampilan timnas, terbukti Shin Tae-yong mampu menorehkan trend yang positif bagi timnas. Dari waktu ke waktu, peringkat Indonesia di FIFA naik terus. Kesebelasan yang biasanya menjadi tembok, seperti Korea Selatan dan Australia, bisa dirobohkan timnas berkat kecerdikan Shin Tae-yong.
Harapan untuk menjadikan Timnas Indonesia menjadi maju sebenarnya ditumpukan pada Luis Milla. Milla memang mampu menjadikan Timnas U21 Spanyol sebagai Juara Piala Eropa pada Tahun 2011 namun saat menangani Timnas Indonesia, raihan prestasi yang dilakukan mantan Real Madrid itu tidak istiimewa.
Kedua, naturalisasi pemain. Di tengah pro dan kontra soal naturalisasi, upaya yang dilakukan oleh PSSI itu rupanya mampu mendongkrak penampilan timnas. Kontribusi pemain lokal dan naturalisasi sama-sama besarnya sehingga mampu menjadi daya gebrak di lapangan. Para pemain timnas pun mampu menyuguhkan permainan yang cepat dan pertahanan yang kuat dan buahnya terciptanya gol dan minimnya angka kebobolan gawang dibanding pada kejuaraan-kejuaraan serupa sebelum diasuh Shin Tae-yong.
Komposisi antara pemain lokal dan naturalisasi bisa dikatakan seimbang sehingga tidak ada pemain yang menonjol atau dominan. Semua menjadi bintang lapangan dan semuanya dipuja-puja.
Ketiga, lolosnya timnas hingga semifinal juga dikarenakan tim-tim lainnya dalam putaran final di Qatar ini memandang sebelah mata pada timnas Indonesia. Memandang sebelah mata pada timnas Indonesia wajar-wajar saja sebab dalam event-event Piala Asia sebelumnya, dalam segala umur, timnas tidak banyak menorehkan prestasi yang gemilang. Bisa lolos ke putaran final saja sudah bersyukur dan bila berkancah di putaran itu, timnas kerap menjadi juru kunci grup.
Dianggap remeh di satu sisi oleh timnas negara lain dan adanya kebangkitan timnas Indonesia di sisi yang lain sangat menguntungkan, contohnya Australia bisa jadi sangat percaya diri saat hendak menghadapi timnas Indonesia sehingga menjadi lengah. Ia sebelumnya menganggap sebelah mata sehingga dari anggapan yang demikian mereka bermain 'santai' saat bertanding. Pandangan yang menganggap remeh inilah yang menjadi bumerang bagi Australia, negara di sebelah selatan Indonesia itu yang biasanya sulit dikalahkan akhirnya bisa tumbang.
Dalam olahraga ada pemeo yang mengatakan, 'mempertahankan lebih sulit daripada meraihnya'. Nah, saat ini bisa dikatakan Timnas Indonesia sedang dalam penampilan yang terbaik. Agar timnas terus mencapai prestasi seperti dalam Piala Asia U23, tentu tidak mudah mempertahankan. Daya dukung yang menciptakan suasana seperti saat ini harus dijaga bahkan ditingkatkan.
Bila tidak timnas kita seperti pengalaman Timnas Yunani dan Turki. Kalau kita amati dalam Piala Eropa (UEFA Cup) 2004, kehadiran Yunani dalam putaran final yang digelar di Portugal seperti timnas kita. Ia dipandang sebelah mata oleh timnas-timnas raksasa Eropa seperti Spanyol, Jerman, Belanda, Perancis, Italia, dan Inggris bahkan oleh tuan rumahnya sendiri, Portugal.
Dipandang sebelah mata oleh timnas lainnya rupanya menjadi keuntungan bagi Yunani itu sendiri. Secara perlahan, ia mampu menyingkirkan lawan-lawannya hingga mampu berlaga di final. Di babak terakhir itu, Portugal pun dilumat. Namun prestasi yang dicapai Yunani cuma sampai di situ. Selanjutnya, setelah pecah telor menjadi Juara Piala Eropa, ia menjadi timnas seperti sebelumnya, timnas yang lemah di Eropa.