Kesadaran membuang sampah pada tempatnya harus diakui belum dimiliki oleh banyak orang. Membuang sampah sembarangan menimbulkan banyak dampak buruk tidak hanya kepada diri sendiri namun juga pada keluarga dan lingkungan sekitar\. Di perkampungan padat penduduk misalnya, membuang sampah sembarangan tidak hanya membuat pemandangan bertambah kumuh namun sampah yang berserak itu juga mengakibatkan lingkungan menjadi kotor, bau, dan bisa menjadi sumber penyakit.
Bila musim hujan tiba, sampah yang berserak menjadi penyumbat sekolakan sehingga arus air tersumbat yang ujung akhirnya menciptakan banjir di tempat itu.
Fenomena membuang sampah sembarangan tidak hanya terjadi di perkampungan padat penduduk di kota-kota besar di Pulau Jawa. Fenomena buang sampah sembarang juga terjadi di kota di luar Jawa. Saya mempunyai pengalaman suatu ketika berkunjung di salah satu kota di luar Jawa di mana wilayah kota itu dibelah oleh sungai besar.
Sebagai kota yang dulunya berkembang dari jalur transportasi sungai maka di sana masih banyak orang yang tinggal di pinggir sungai meski sudah banyak yang bekerja di 'darat' seperti perkantoran, mall, pasar, dan fasilitas umum lainnya yang sudah menjauh dari tepi sungai.
Perkampungan di pinggir sungai, merupakan suatu yang hal unik dan menarik. Perkampungan di pinggir sungau, menunjukan bukti bahwa mereka dulunya hidup dan berkembang bergantung pada jalur sungai, baik untuk perekonomian, perdagangan, maupun mobilitas kehidupan lainnya. Rumah-rumah kayu tradisional tersebut juga mampu menjadi daya tarik wisatawan luar.
Namun peradaban yang ada tidak diimbangi dengan kesadaran membuang sampah pada tempatnya. Saat saya berkunjung di salah satu perkampungan di pinggir sungai di salah satu kota besar di luar Jawa itu, saya melihat banyak plastik bekas minuman air dalam kemasan, bekas bungkus bahan cuci pakaian, serta bentuk sampah lainnya. Sampah yang ada tidak hanya berserak namun sudah menggunung.
Akibat yang demikian fenomena itu membuat pemukiman di pinggir Sungai itu menjadi kumuh, kotor, bau, dan tidak sedap dipandang dan dirasakan. Suasana yang demikian tidak hanya menjadi beban pada masyarakat namun juga menjadi beban pada sungai.
Kekurangan sadaran masyarakat di sana dalam soal membuang sampah tidak hanya merugikan kawasan pemukiman dan sungai namun juga menghambat perekonomian. Wisatawan yang datang ke sana yang obsesinya ingin melihat sungai dan perkampungan tradisional menjadi pupus kecewa setelah melihat sampah yang menggunung di samping dan bawah rumah yang merupakan alur sungai.
Langkah yang saya lakukan dalam hal ini memberikan kabar kepada masyarakat dan pemerintah kota di sana akan pentingnya menjaga lingkungan dengan membuang sampah pada tempatnya. Sampah-sampah yang diproduksi oleh masyarakat di pemukiman pinggir sungai harus dibuang pada tempat-tempat yang telah ditentukan seperti di kotak-kotak sampah yang berada di depan rumah yang menghadap ke darat. Pengadaan tempat sampah ini bisa dilakukan secara swadaya, bantuan LSM, dan program pemerintah.
Sampah-sampah itu selanjutnya dikumpulkan secara massal dan dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA) yang biasanya ada di darat. Di sanalah sampah dikelola sebagaimana semestinya. Untuk menciptakan kesadaran yang demikian memang memerlukan waktu. Mereka membuang sampah di samping dan di bawah rumah mereka dengan anggapan air Sungai yang akan membawa mereka ke tempat yang jauh, laut. Saat pasang itulah air sungai menarik sampah dan menghelanya ke tempat yang jauh.
Anggapan yang demikian bisa jadi benar namun karena sampah yang menggunung maka hal yang demikian bisa membuat terjadinya pendangkalan. Pendangkalan yang terjadi selain menciptakan bau yang tak sedap juga mempersempit lebar sungai sehingga bisa mengakibatkan air sungai meluap dan menciptakan banjir.