Sepertinya ruang kebebasan berpendapat, mengkiritik, kepada sebuah fakta yang ada semakin menyempit. Buktinya seorang youtuber yang mengabarkan kepada banyak orang tentang layanan dari sebuah maskapai penerbangan yang dirasa tidak maksimal dilaporkan ke polisi oleh salah satu pihak. Youtuber tersebut dilaporkan dengan alasan melakukan tindak pidana pencemaran nama baik.
Diberitakan, kasus itu terkait dengan video yang diunggah di akun instagram yang menceritakan pramugari memberi daftar menu makan di kelas bisnis yang hanya ditulis tangan dalam selembar kertas. Ditulis dalam selembar kertas sebab menurut pramugari kartu menu dalam proses pencetakan.
Meski kasus itu disebut berakhir dengan damai namun youtuber yang memberikan fakta bukan hoax itu kejadiian yang menimpa dirinya membuat traveler dan atau backpacker yang suka menulis atau membikin vlog menjadi cemas ketika menggunggah cerita perjalanannya yang dialami di media sosial.
Sebagaimana diketahui, dalam perjalanan itu banyak proses yang akan dilalui oleh traveler dan atau backpacker. Mulai dari keluar rumah sampai tiba di bandar udara, terminal, atau pelabuhan laut, banyak hal yang dijumpai dan dialami. Kisah-kisah itu bagi yang suka menulis atau membikin vlog bisa menjadi bahan kreatifitasnya. Nah di sinilah masalah itu muncul.
Bila selama dalam perjalanan lalu lintas yang dirasakan lancar maka hasil tulisan dan vlog yang dibuat bernada positif namun bila semua infrastruktur, transportasi, dan pelayanan jasa dari pihak terkait buruk atau tidak maksimal, hal demikian membuat laporan pandangan mata yang dibuat menjadi sesuatu yang tidak mengenakan bagi pemerintah dan pemberi jasa swasta.
Seorang traveler dan atau backpacker, mereka adalah seperti masyarakat lainnya, bisa kritis, menumpahkan rasa suka dan tak suka, serta membangun sebuah opini. Tentu apa yang dicurahkan terkait dengan apa yang dialami dalam proses perjalanan mereka. Apa yang dilihat dan dirasakan yang kemudian diunggah dalam media sosial, sebenarnya sebuah masukan yang sangat berharga bagi pemerintah dan pemberi jasa lainnya. Masukan yang diberikan pastinya sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang nyaman, cepat, dan mudah.
Misalnya, seorang traveler dan atau backpacker yang melakukan perjalanan ke sebuah tempat wisata dalam negeri, membayangkan akan menikmati suasana pantai yang biru, tenang, dan bening; atau gunung yang menjulang tinggi, indah, dan hawa yang sejuk namun ketika menuju ke sana, rupanya jalan yang ada tidak layak dilewati. Tak hanya itu, transportasi angkutan umum yang susah, kalau ada menunggu itu pun memerlukan waktu yang lama.
Suasana semakin menghilangkan harapan menyenangkan ketika ATM, jaringan seluler, dan penginapan, tidak memadai. Ketika hal ini diunggah di media sosial, seharusnya pemerintah daerah, kementerian terkait, dan pihak swasta yang bergerak dalam bidang jasa wisata mengucapkan terima kasih sebab dengan adanya laporan itu membuat mereka segera membangun sarana sesuai dengan standar yang ditentukan.
Membangun sarana wisata sesuai standar yang ada bagi pemerintah sangat perlu sebab pemerintah sendiri berkoar-koar menggalakan dunia wisata dan mempunyai target mendatangkan Wisman 18 juta orang. Terus apa maksudnya bila menggalakkan dunia wisata tanpa dibarengi dengan peningkatan pelayanan?
Mungkin pemerintah tidak mendengar secara langsung kondisi tempat wisata yang ada sehingga problem-problem seperti di atas seakan-akan tidak tahu. Nah di sinilah perlunya curhatan langsung dari masyarakat. Di sinilah pentingnya traveler dan atau backpacker yang kritis. Mereka rutin melakukan perjalanan sehingga tahu banyak perkembangan dan kondisi wisata yang ada.
Masalah yang dialami oleh traveler dan atau backpacker tidak hanya perjalanan dalam negeri. Mereka yang suka bepergian ke luar negeri juga mengalami hal-hal yang sama. Biasanya problem pertama dan terakhir bagi mereka yang suka perjalanan ke luar negeri adalah pada bagian imigrasi. Saat hendak atau masuk ruang boarding, meninggalkan bandar udara atau pelabuhan, beberapa kali terdengar layanan petugas imigrasi yang tidak ramah atau lebih mendahulukan orang asing. Ketika hal ini diunggah ke media sosial, seharusnya menjadi masukan bagi pemerintah agar mendorong petugas yang ada untuk memberi pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditentukan.