Lihat ke Halaman Asli

Ardi Winangun

TERVERIFIKASI

seorang wiraswasta

Memindahkan "Kepadatan" Ibu Kota

Diperbarui: 14 Mei 2019   14:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Ibu Kota Jakarta. (Thinkstock)

Dirasa Jakarta memiliki banyak beban dalam berbagai bidang, membuat adanya keinginan untuk memindahkan ibu kota Indonesia ke daerah lain. Wacana pemindahan ibu kota sebenarnya sudah pernah dikemukakan sejak Presiden Soekarno dengan pilihan Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, sebagai ibu kota menggantikan Jakarta.

Rencana perpindahan ibu kota dari masa Soekarno, Soeharto, dan presiden selanjutnya belum terealisasi sebab beban Jakarta ketika itu tidak sedemikian parahnya seperti yang saat ini kita alami. 

Dulu kemacetan ada namun tidak separah saat ini. Dulu banjir pasti ada namun dampaknya tidak seperti akhir-akhir ini. Kondisi yang masih bisa diatasi itulah yang membuat rencana pemindahan ibu kota mandeg.

Kini pemindahan ibu kota mulai digeliatkan kembali dengan alasan Jakarta kelebihan beban. Wacana yang demikian menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Dalam situasi selepas Pemilu di mana semua masalah ditanggapi secara politis maka rencana pemindahan ibu kota penuh dengan bumbu politik. Rencana itu ada yang mendukung, ada pula yang menolak. Semua argumen baik yang pro atau kontra dibumbui rasa emosi dan politis.

Terlepas dari masalah politis, bila memindahkan ibu kota harus benar-benar dipikirkan secara matang dan jangan grusa-grusu. Memindahkan ibu kota bukan sekadar memindahkan rumah dan atau kantor. 

Banyak aspek yang perlu dipertimbangkan dalam masalah ini. Kita bisa, bisa pula tidak, membandingkan pemindahan ibu kota Indonesia dengan negara lain secara mentah-mentah sebab faktor ekonomi, kependudukan, dan sosiologi masyarakat yang tak sama.

Dalam kamus bahasa Indonesia, ibu kota diartikan sebagai tempat kedudukan pusat pemerintahan suatu negara, tempat dihimpun unsur administratif, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif; kota yang menjadi pusat pemerintahan. Dengan demikian di ibu kota tempat beraktivitasnya presiden, wakil rakyat (anggota MPR/DPR/DPD), serta ketua lembaga negara yang terkait hukum.

Sebagai pusat pemerintahan, di wilayah ini presiden memiliki para pembantu yang tersebar dalam berbagai bidang. Dalam bidang-bidang tersebut, presiden memiliki menteri dan pimpinan lembaga yang setara. 

Di bawah menteri ada ribuan pegawai yang mendukung kinerja mereka. Dengan demikian ada jutaan pegawai yang mendukung kinerja presiden. Hal demikian juga terjadi pada pendukung kinerja wakil rakyat dan pimpinan lembaga yudikatif.

Bila memindahkan ibu kota, tentu tempat yang baru harus dibangun segala infrastruktur pendukung, mulai dari kantor presiden, wakil presiden, dan kantor pembantu presiden serta fasilitas bagi para pegawai. Dibangun tak hanya kantor dan perumahan bagi mereka namun juga infrastruktur pendukung seperti jalan, bandara, pelabuhan, dan sarana lain yang memperlancar pekerjaan dan aktivitas keseharian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline