Beberapa waktu yang lalu, di tengah hiruk pikuk dan kegaduhan politik menjelang Pemilu Presiden 2019, masyarakat dikejutkan oleh berita yang tidak biasa, yakni Wakil Bupati Trenggalek, Nur Arifin, menghilang dari tugasnya.
Disebut dirinya menghilang sejak tanggal 9 Januari 2019 dan ramai di berita, media online, pada 22 Januari 2019. Selama dirinya tidak berada di kabupaten yang berada di tepi laut selatan Pulau Jawa itu, keberadaan pria yang akrab dipanggil Ipin itu tidak diketahui meski setelah berita mengenai dirinya ramai, ada yang menyebut ia berada di Eropa.
Berita orang hilang sering kita dengar namun ramai pada kasus Ipin sebab ia adalah pejabat di daerah yang pergi tanpa pamit secara resmi atau tak resmi kepada atasannya baik Bupati Trenggalek, Gubernur Jawa Timur, bahkan Menteri Dalam Negeri.
Akibat tak ada kejelasan kabar tersebut membuat seolah-olah ia dikatakan menghilang dan mengakibatkan semua bingung dan saling bertanya mengenai keberadaannya.
Pergi tanpa ijin juga pernah dilakukan oleh Bupati Talaud, Sulawesi Utara; Sri Wahyuni Manalip. Akibatnya kepergian ke Amerika Serikat tanpa ijin, selain membuat berita di media massa menjadi ramai, juga mengakibatkan si Sri dikenai sanksi oleh Menteri Dalam Negeri.
Mengapa pimpinan daerah sebagai sosok yang mengerti hukum dan terbilang sebagai orang yang berpendidikan, melakukan hal yang demikian, pergi tanpa ijin bahkan sampai menghilang menyembunyikan diri selama berhari-hari.
Bukankah sebagai pejabat di daerah mereka mempunyai kemudahan dalam masalah perijinan bila dilakukan dengan alasan untuk kepentingan memajukan daerahnya, meski ijinnya terkadang juga dijadikan topeng untuk kepentingan lain.
Para pejabat di daerah mangkir dari tugasnya dan memilih 'traveling' ke Jakarta, Eropa, Amerika Serikat, atau benua dan negara lain, bisa jadi dilandasi oleh beberapa alasan, pertama, pekerjaan atau masalah yang dihadapi di wilayahnya terlalu berat atau malah tidak ada.
Bila masalah yang dihadapi terlalu berat atau rumit, seperti daerahnya tidak memiliki apa-apa baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia; atau daerahnya memiliki problem sosial yang tinggi namun anggaran pembangunan daerah cekak; maka hal yang demikian membuat dirinya stress.
Ketidakmampuan dalam mengelola masalah yang ada di daerah membuat si pejabat merasa tidak mampu menuntaskan problem yang ada. Untuk melepas stress itu membuat mereka akhirnya meninggalkan pekerjaan yang seharus memang tugas dia begitu saja.
Pun demikian bila di daerah itu tidak ada pekerjaan karena wilayahnya luas, jumlah penduduknya sedikit, dan tidak ada problem sosial; maka pejabat daerah tidak terlalu dirisaukan seperti kepala daerah yang jumlah penduduknya melimpah dan problem sosialnya yang tinggi seperti kemiskinan, kriminal, dan pengangguran.