Dari hasil debat pertama calon Presiden-Wakil Presiden yang terselenggara pada Kamis Malam, 17 Januari 2019, ternyata forum yang kita tunggu-tunggu tersebut bisa dikatakan sangat mengecewakan. Dalam debat yang disiarkan oleh banyak stasiun televisi tersebut, terlihat debat yang terjadi berlangsung datar, landau, dan tak mempunyai greget. Tema yang ada tak tereksplorasi sehingga tak ada yang baru dalam debat itu.
Dalam forum tanya jawab pun seolah-olah jawaban yang disampaikan juga datar-datar saja sehingga dalam durasi yang ada, debat Pemilu Presiden Tahun 2019, meski baru putaran pertama diadakan, kalah menarik dengan debat Pemilu Presiden tahun 2004, 2009, dan 2014.
Justru yang ramai adalah debat para pendukung kedua pasangan. Di saat pasangan yang didukung tengah berdebat atau di sela-sela iklan yang menjedakan acara itu, para pendukung sudah sibuk melontarkan pujian kepada calon yang didukung dan mem-bully pasangan yang tidak disukai.
Pastinya apa yang disampaikan oleh para pendukung lebih banyak dilandasi subjektifitas dan faktor suka-tak suka sehingga yang ramai di media sosial itu seperti debat kusir, tak karuan argumennya, hingga isi yang ada menjadi sampah yang mengotori ruang publik.
Publik sepertinya ingin melihat forum itu seperti tempat adu gagasan yang dibangun dengan kepiawaian menyampaikan masalah-masalah yang ada seperti memberikan solusi-solusi yang dibutuhkan dan menjanjikan masa depan yang lebih baik. Publik ingin juga tahu bahwa kandidat yang didukung mampu menguasai panggung, lihai dalam orasi, dan cerdas menangkal balik sanggahan.
Dari sinilah membuktikan bahwa sosok yang didukung benar-benar berkualitas. Masyarakat kecewa dengan debat yang ada bisa jadi mereka membandingkan dengan debat calon Presiden di negara yang maju demokrasinya, seperti Amerika Serikat misalnya, di mana calon Presiden yang maju benar-benar terlihat piawai dalam bahasa tubuh maupun penguasaan materi.
Forum debat calon Presiden itu menjadi tak menarik, kaku, dan datar karena bisa jadi akibat kesepakatan yang sudah diatur oleh KPU dan tim atau badan kampanye pasangan calon yang ada. Sebagaimana diketahui, sebelum debat dilaksanakan, di media masssa sudah ramai terjadi perdebatan apakah acara itu perlu digelar apa tidak.
Mereka, KPU dan tim kampanye kedua pasangan, pun membahas teknisnya sehingga dari hasil pertemuan itu membuat KPU mengatakan, "lembaganya tidak ingin ada pasangan calon yang dipermalukan". Bisa saja ada yang dipermalukan bila debat yang diselenggarakan mengacu pada debat calon Presiden yang sudah-sudah.
Bila tidak disepakati kesepakatan baru dalam penyelenggaraan debat maka acara itu dikhawatirkan menjadi forum yang lepas sehingga pasangan yang ada akan melakukan pertanyaan-pertanyaan yang kritis dan pedas sehingga di antara mereka ada yang tersudut dan tak bisa menjawab. Akibatnya ya seperti kekhawatiran KPU, ada pasangan yang marwahnya jatuh.
Untuk itulah agar debat tak menjadi ajang saling menjatuhkan maka 'soal ujian dibocorkan' sehingga karena sudah tahu soalnya maka ada pasangan yang menyampaikan jawaban dan atau penyampaian visi dan misinya lewat teks.
Kemauan KPU itu sepertinya juga diiyakan oleh tim kampanye. Tim kampanye kedua pasangan mendukung agar debat tidak menjadi ajang saling menjatuhkan sebab diakui acara debat mempunyai beberapa akibat dan dampak, seperti, pertama, debat sangat berpengaruh naik-turunnya elektabilitas sehingga pasangan yang ada diatur, dibisiki, dan di-setting oleh tim kampanye agar hati-hati saat menyampaikan paparan dan menjawab pertanyaan.