Mundurnya Vietnam sebagai tuan rumah Asian Games XVIII tahun 2018 membuat Indonesia harus menerima untuk menjadi penyelenggara ajang olahraga antarbangsa Asia itu. Kesulitan ekonomi dan keuangan yang dialami Vietnam membuat negara di kawasan Indochina itu merasa tidak mampu untuk menggelar Asian Games.
Peralihan menjadi tuan rumah yang tiba-tiba, tidak membuat Indonesia gelagapan bahkan menyalahkan Vietnam. Peralihan yang terjadi justru menjadi berkah sebab keinginan Indonesia untuk menjadi tuan rumah Asian Games kembali tercapai. Dengan menjadi tuan rumah pada kali ini membuat Indonesia dua kali menjadi penyelenggara kegiatan. Pada tahun 1962, di masa Presiden Soekarno, Jakarta merupakan tempat digelarnya Asian Games IV.
Kita tidak gelagapan saat menggantikan Vietnam sebagai penyelenggara Asian Games sebab dari segi infrastruktur kita telah siap. Infrastruktur yang ada untuk Asian Games bahkan berlebih dan tersedia di berbagai kota di Indonesia.
Kalau kita lihat ketika Presiden Soekarno membangun Stadion Senayan dan Istora, rancangan yang dibangun mampu bertahan 100 tahun ke depan. Saat Soekarno membangun Stadion Senayan, saat itu stadion yang dibangun merupakan salah satu stadion termegah di dunia. Dengan kapasitas 100.000 orang merupakan stadion yang disebut mampu menampung seluruh penduduk negara Kepulauan Faroe, Eropa.
Sebagai rancangan stadion yang tercanggih pada masanya, rupanya stadion ini dari segi arsitektur mampu bertahan, tak lekang oleh waktu, hingga saat ini. Akibat yang demikian saat penyelenggaraan Sea Games, pesta olahraga antarbangsa di Asia Tenggara, yang berulangkali dilakukan di Jakarta, rencana Asian Games 2018; membuat kita tidak perlu repot dalam masalah infrastruktur.
Tinggal memoles tribun, rumput lapangan, dan matras yang melingkari lapangan sepakbola, membuat stadion yang sekarang bernama Stadion Gelora Bung Karno (GBK) itu seperti stadion yang baru.
Bandingkan dengan Jerman, Afrika Selatan, Rusia, ketika mereka ditunjuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2006, 2010, dan 2014, mereka harus membangun stadion yang baru. Sebab stadion yang lama selain tidak memenuhi quota kursi penonton juga dikarenakan seni dan desain yang ada sudah usang.
Tidak hanya di Jakarta sarana olahraga berstandar internasional tersedia. Di banyak daerah juga ada sarana olahraga yang berstandar internasional. Ketika Pekan Olahraga Nasional (PON), selepas Orde Baru, digilir ke daerah-daerah membuat daerah-daerah memacu pembangunan sarana berolahraga.
Ketika Sumatera Selatan ditunjuk sebagai tuan rumah PON XVI tahun 2004, daerah itu membangun berbagai sarana olahraga. Kawasan Jakabaring yang sebelumnya wilayah rawa-rawa tanpa penghuni, disulap menjadi komplek olahraga yang lengkap. Stadion Sriwijaya dan arena gedung olahraga lainnya pun juga berdiri megah berdampingan.
Pun demikian ketika Kalimantan Timur dipilih sebagai tuan rumah PON XVII tahun 2008, daerah itu juga melakukan hal yang serupa. Kawasan Palaran, Samarinda; yang sebelumnya daerah berbukitan tanpa penghuni, digerus dan diratakan hingga berdiri megah Stadion Palaran.
Gedung-gedung dan fasilitas olahraga pun dibangun dan berdiri bertebaran baik di Samarinda, Kutai Kartanegara, Balikpapan, maupun di kabupaten lainnya di provinsi itu. Pastinya hal demikian juga dilakukan oleh Pemerintah Riau dan Jawa Barat ketika provinsi itu menjadi tuan rumah PON XVIII tahun 2012 dan PON XIX tahun 2016. Di sana berdiri stadion-stadion megah dan gedung-gedung serta fasilitas olahraga berstandar internasional.