Banyak yang bingung, heran, dan nyinyir ketika bangsa ini mengimpor garam dari luar negeri. Masyarakat bertanya-tanya mengapa kita mengimpor pengasinitu bila bangsa ini merupakan salah satu dari negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia. Dengan panjangnya garis pantai tersebut, pastinya kita bisa memproduksi garam yang melimpah ruah sehingga tak hanya swasembada namun juga mengekspor.
Masalah impor sebenarnya tidak hanya pada komoditas garam, dalam komoditas yang lain pun kita juga melakukan hal yang serupa padahal persediaan atau stok di dalam negeri ada bahkan lebih. Perilaku yang demikian bisa jadi menjadi watak bahwa kita adalah bangsa yang suka barang-barang impor.
Dalam soal hantu-hantuan pun kita sepertinya juga melakukan hal yang sama. Sebagaimana kita ketahui, pada 31 Oktober adalah perayaan Halloween. Apa dan bagaimana Halloween itu sejarahnya panjang dan banyak pendapat dari para ahli sejarah mengenai peristiswa itu namun kesan di masyarakat perayaan Halloween adalah peserta berdandan atau berkostum makhluk yang menakutkan seperti vampire, zombie, monster, tengkorak, penyihir, dan setan. Pokoknya bentuk-bentuk sosok yang menyeramkan dan menakutkan yang berasal dari dunia kegelapan seperti dalam film-film horror Hollywood/Barat.
Tradisi Halloween rutin dilakukan setiap tahun oleh masyarakat Eropa dan menyebar ke berbagai benua, seperti Amerika, yang dibawa oleh para keturunan masyarakat Eropa. Seiring mengglobalnya dunia karena informasi dan transportasi yang semakin mudah, perayaan Halloween menyeruak atau hadir ke negara-negara lain termasuk di Indonesia.
Entah karena tertarik simbol yang lucu dari Halloween, yakni buah labu atau waluh yang diukir menjadi sebuah muka yang menyeringai, atau karena bosan hantu dalam negeri membuat masyarakat antusias merayakan Halloween. Perayaan Halloween ini bukan hanya dirayakan oleh segelintir orang namun sudah menjadi semacam undangan atau komersial. Di hotel atau caf ada acara-acara dengan tema Halloween. Bahkan di sebuah pusat perbelanjaan elit di Jakarta, perayaan Halloween jelas-jelas dilakukan oleh penggemarnya dengan berdandan zombie dan berjalan di pusat perbelanjaan itu.
Bila acara itu dari waktu ke waktu diterima oleh masyarakat dan rutin dilakukan maka bisa jadi ke depan Halloween akan menjadi bagian tradisi masyarakat. Bila demikian maka komunitas hantu di tengah masyarakat akan bertambah. Soal hantu-hantuan sebenarnya di nusantara tidak kalah banyak dan jenisnya. Sebut saja kepercayaan masyarakat kita akan pocong, sundel bolong, tuyul, gondoruwo, kuntilanak, wewe gombel, belum lagi hantu-hantu lokal lainnya yang belum terekspose.
Keberadaan hantu-hantu yang ada di tengah masyarakat itu bisa hidup selain karena mitos, selalu diceritakan secara turun temurun, bahkan ada yang mengaku pernah bertemu, juga menjadi bagian dari kepercayaan. Hantu-hantu itu tak sekadar menjadi omongan yang langgeng di masyarakat namun juga sudah dikomersialkan. Di tahun 1970-an, 1980-an, cerita-cerita hantu itu diangkat dalam layar lebar. Dalam film itu ada kisah kuntilanak, babi ngepet, tuyul, nyi blorong, sundel bolong, bayi ajaib, dan kisah-kisah hantu lainnya.
Keberadaan film-film tersebut mendapat sambutan dari masyarakat. Gedung-gedung film penuh ketika film tentang hantu diputar apalagi kalau yang menjadi bintang film Suzanna. Ketika layar lebar ambruk, memang keberadaan hantu-hantu dalam negeri itu sempat menghilang namun di tahun 2000-an, si hantu terangkat kembali dalam tayangan-tayangan televisi. Dimulai dari Kisah Misteri, di mana kisah nyata seseorang yang bertemu hantu divisualkan. Tayangan ini disambut masyarakat dengan antusias, iklannya berjejal bahkan melebihi kisahnya itu sendiri.
Dari sinilah membuat stasiun televisi yang lain ikut menayangkan tayangan serupa bahkan tidak hanya kisah hantu yang dibuat-buat namun mencoba untuk bertemu hantu secara langsung, seperti tayangan Dunia Lain dan Uka-Uka. Tayangan langsung itu dalam beberapa seri ada yang berhasil menangkap hantu beneran, entah itu pocong atau kuntilanak atau sekelebat gerakan dan bayangan. Dalam Dunia Lain dan Uka-Uka, tak pernah ada hantu yang biasa dirayakan dalam Halloween tertangkap kamera.
Ketika film nasional menggeliat kembali, film tentang hantu lokal pun diunggah lagi. Pada tahun 2000-an, setelah sukses dengan film Jaelangkung, selanjutnya muncul film-film serupa yang lebih variatif, tidak hanya lagi kuntilanaknamun melebar ke pocong, suster ngesot,sundel bolong, bahkan rumah-rumah yang disebut oleh masyarakat angker pun juga diangkat ke layar lebar seperti film Rumah Pondok Indah, Malam Suro di Rumah Darmo, Bangsal 13, dan lain sebagainya. Bahkan judul film hantunya lebih universal, seperti Pengabdi Setan.
Dengan fakta yang demikian, sebenarnya kita kaya akan hantu-hantu dalam negeri namun karena sikap kita yang latah, suka meniru-niru, atau biar dibilang modern, maka kita pun juga mengimpor hantu. Mendatangkan hantu dari luar, lewat perayaan Halloween, pastinya akan menambah pengeluaran sebab untuk berdandan zombie, vampire, nenek sihir, dan bentuk hantu dari luar lainnya kita perlu membeli bedak, cat muka yang berwarna warni, pakaian, dan waluh. Sosok dari dunia lain itu rupanya sudah menjadi gaya hidup masyarakat seperti gaya hidup lainnya, misalnya pakaian, makanan, dan minuman.