Beberapa kejadian meninggalnya mahasiswa baru (junior) dalam kegiatan perpeloncoan, Ospek, atau kegiatan lain, yang dilakukan oleh senior, sejak beberapa tahun yang lalu sepertinya tidak membuat jera pihak kampus dan para senior dalam melaksanakan acara itu. Beberapa hari yang lalu, salah seorang mahasiswa di sebuah perguruan tinggi kedinasan, meninggal dunia setelah dihujani pukulan di dada oleh seniornya.
Tragedi itu terjadi saat perpeloncoan bagi mahasiswa baru yang ingin menjadi anggota sebuah unit kemahasiswaan. Kekerasan yang dilakukan bisa jadi sudah menjadi tradisi sebab di sebuah media massa disebut bahwa kegiatan itu sudah menjadi budaya senior terhadap junior bila ada anggota baru ingin masuk dalam unit kemahasiswaan maka ia harus mengikuti tradisi itu.
Bila demikian siapakah yang salah dalam kegiatan itu, apakah para senior karena ia melakukan tindakan brutal atau pihak kampus yang tetap mengijinkan kegiatan dan tanpa memberi pengawasan yang ketat dalam pelaksanaan?
Perpeloncoan bagi mahasiswa baru oleh senior, merupakan kegiatan yang sudah mentradisi di awal tahun kuliah. Pada masa Sekolah Dokter Jawa, Stovia, kegiatan ini sudah dilaksanakan. Entah apa maksud tujuan dari kegiatan ini, apakah untuk ajang perkenalan para mahasiswa baru dengan mahasiswa yang sudah lebih dahulu masuk, apakah untuk membentuk disiplin mahasiswa baru, atau untuk memberi pelajaran kepada mahasiswa baru bahwa dunia kampus bukan lagi dunia sekolah, SMA.
Faktor-faktor di ataslah yang bisa menjadi alasan mengapa Ospek atau perpeloncoan itu dilaksanakan. Tujuan untuk memberi pelajaran bahwa dunia kampus sudah berbeda dengan dunia SMA dalam kegiatan itu sangat bagus. Dengan pengenalan tersebut maka mahasiswa baru bisa paham bahwa belajar di perguruan tinggi dituntut untuk displin dan mandiri.
Dalam kegiatan ini, biasanya mahasiswa diberi tugas untuk membuat sesuatu atau membawa sesuatu di mana esok hari harus dikumpulkan atau dilakukan. Dengan tugas demikian, biasanya mahasiswa baru kalang kabut, ke sana kemari untuk mencari atau membuat tugas yang dibebankan dari seniornya.
Kerja cepat atau cepat melaksanakan tugas itu bisa jadi untuk melatih mahasiswa ketika mereka sudah dalam rutinitas kuliah. Kadang-kadang ada dosen yang menuntut tugas yang diberikan dikumpulkan pada sore hari pada saat ia memberi kuliah pada pagi hari. Latihan ini juga bisa untuk mengingatkan bahwa masa kuliah, ada batas waktu yang telah ditetapkan, misalnya hanya 5 tahun, dan bila di atas waktu yang telah ditentukan ia akan dikeluarkan, istilah popularnya di-DO, drop ut.
Melatih mahasiswa baru agar mampu mengerjakan tugas dalam waktu cepat dan tepat dalam kegiatan tersebut bisa jadi menjadi sisi yang positif dalam Ospek atau perpeloncoan. Sikap yang demikian mengubah mental mahasiswa baru yang terkadang masih bermental anak baru gede menjadi sosok yang bertanggungjawab dan mandiri.
Namun terkadang dalam perjalanan, kegiatan itu melenceng. Sebab melenceng maka kegiatan itu menjadi aneh. Tak heran bila kita melihat dalam kegiatan itu ada yang aneh-aneh, seperti mahasiswa baru harus memakai pakaian kayak badut, disuruh membawa benda-benda yang terkadang tidak ada hubungannya dengan jurusan yang diambil, dan kegiatan atau tugas yang nyleneh lainnya.
Dalam kegiatan itu, mereka tidak hanya dibebani oleh hal-hal yang sifatnya melenceng dari tujuan Ospek namun juga diberi hukuman atau kegiatan yang sifatnya menguras fisik. Dalam Ospek atau perpeloncoan, mahasiswa baru tidak sedang mengikuti latihan bela negara atau masuk dalam dunia militer atau polisi namun dalam kegiatan itu mereka diberlakukan semacam itu.
Dalam sebuah kegiatan kemah bagi mahasiswa baru, terkadang mereka tiba-tiba disuruh bangun malam kemudian dikumpulkan di sebuah lapangan dan diberi tugas untuk menyusuri hutan dan kampung. Sering mereka disuruh push up, merangkak, atau kegiatan fisik yang berat.