Lihat ke Halaman Asli

Ardi Winangun

TERVERIFIKASI

seorang wiraswasta

Kontrasnya Pembangunan Dilihat dari Pontianak dan Kuching

Diperbarui: 4 April 2017   17:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bus di Terminal Kuching

Suasana selepas subuh di Terminal Antarbangsa, Ambawang, Kubur Raya, Kalimantan Barat, masih sepi. Matahari belum memancarkan sinarnya sehingga di luar bangunan terminal masih terasa gelap. Sepi masih menyelimuti. Meski demikian, saya harus tetap menunggu di ruang yang disediakan. Masih ada waktu dua jam untuk menunggu keberangkatan ke Kuching, Sarawak, Malaysia. Di tiket tertanda keberangkatan pukul 07.00 waktu Indonesia bagian barat.

Di tengah kesendirian, tiba-tiba ada seseorang muncul. Orang itu kemudian duduk di sebuah kursi aluminium panjang. Kedatangan pria yang berasal dari Jawa itu membuat saya tidak sendiri lagi. Kusapa hendak ke mana ia. Dirinya mengatakan bahwa akan pergi ke Brunai Darussalam. Tadi malam menurutnya ia tidur di masjid di terminal itu.

Terminal antarbangsa itu melayani warga Indonesia yang hendak pergi ke Kuching atau Brunai. Pun sebaliknya warga negeri jiran yang hendak pergi ke Indonesia. Di terminal itu ada beragam bus yang menjual jasanya, seperti SJS, Damri, Eva, Biara Mas, Sri Merah, dan Saphire. Klas bus yang melayani jasa pulang pergi itu dari kelas eksekutif hingga super eksekutif.

Terminal Antarbangsa Ambawang, Kubu Raya, Kalimantan Barat

Saya pergi ke Kuching di akhir bulan desember 2016. Biaya yang harus saya keluarkan untuk mendapat tiket sekali jalan kelas eksekutif Rp230.000. Agar tidak repot dalam perjalanan balik, maka saya membeli tiket kepulangan sekaligus sehingga biaya untuk pergi-pulang Pontianak-Kuching Rp460.000.

Jam semakin mendekati pukul 07.00, terminal pun semakin ramai. Sela waktu yang ada saya manfaatkan untuk sarapan mie goreng di sebuah warung di terminal itu. Harapan untuk menikmati mie goreng yang sedap rupanya tak kesampaian sebab penjual itu menggoreng mie yang ada terlalu cepat sehingga mie yang tersaji masih terasa keras. Namun biarlah, saya mengunyah sedikit agar perut tak terlalu kosong.

Selepas membayar mie goreng saya segera berlalu dari warung itu menuju ruang keberangkatan. Sampai di tempat itu rupanya sudah ada puluhan orang duduk di ruang tunggu bahkan sudah ada yang berada di dalam bus. Pagi itu ada dua bus yang hendak menuju ke Kuching. Setelah satu persatu penumpang yang datang, mereka pun duduk pada nomer kursi seperti yang tertera di tiket. Bersyukur saya duduk di nomer 1B, dengan demikian saya berada di depan. Tempat ini merupakan favorit sebab memiliki pandangan yang luas sehingga tak menjenuhkan.

Tepat pukul 07.00, bus pun bergerak sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Di beberapa kursi masih terlihat belum ada penumpangnya. Meski demikian sopir dan assistant tak peduli. Rupanya, bus itu tidak kosong, di tepi jalan beberapa penumpang telah menunggu hingga akhirnya bus itu penuh.

Melintasi jalan yang mengarah ke Kuching, kanan kiri ada yang berupa hutan, sawah, kebun sawit, pemukiman penduduk. Wilayah lintasan bus, dari Kubu Raya hingga Sanggau masih jarang penduduk. Jarak antar kampung berjauhan. Meski demikian lintasan yang ada terbilang sudah ramai, sepeda motor, bus, truck, dan angkutan prbadi lainnya sering berpapasan.

Meski demikian, lintasan yang ada, infrastrukturnya ada yang bagus, ada yang rusak, bahkan ada pula yang masih berupa tanah. Demikian pula jembatan yang ada, selain sempit juga sudah kelihatan tak kokoh bahkan bisa membahayakan pengguna.

Jalan di Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat Indonesia

Sopir dan assistant bus yang saya tumpangi itu orang Jawa sehingga membuat saya akrab jadinya. Ketika mengatakan perjalanan itu merupakan kali pertama ke Kuching, mereka sedikit terperanjat. Saya menduga mereka mengira saya akan mencari pekerjaan di Kuching. Dugaan saya benar sebab ia bertanya apakah passport saya baru. Setelah mengatakan sudah lama, mereka pun menasehati saat di perbatasan, pos imigrasi, agar hati-hati sebab dikatakan di sana banyak calo. Nasehati itu saya pegang dan menjadi informasi yang penting.

Setelah melakukan perjalanan selama 5 jam-an, akhirnya bus masuk ke area pos perbatasan, Entikong, Indonesia. Area itu beberapa hari sebelumnya diresmikan oleh Presiden Joko Widodo, tak heran bila suasana bersih, bangunan masih baru, dan cat yang masih gemilang terlihat di bangunan pos perbatasan. Apa yang dinasehati oleh crewbus tadi memang benar, di sana terlihat beberapa orang yang terlihat bersliweran dengan pakaian bebas. Di antara mereka ada menyapa dan entah menawarkan apa. Semua itu saya tanggapi dengan senyuman sebab seperti dinasehati crewbus agar hati-hati.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline