Dengan alasan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mampu membangun TNI yang andal maka Panglima TNI Jenderal Moeldoko berencana memberi pria asal Pacitan, Jawa Timur, itu gelar Jenderal Besar. Susilo Bambang Yudhoyono mampu membangun TNI yang andal dimaksud oleh Moeldoko mungkin selama hampir 10 tahun ini, TNI berhasil membeli alutsista baru atau bekas bahkan hibah untuk mengganti yang usang dan atau untuk memperbarui alutsista yang tidak sesuai dengan jaman.
Pasca reformasi, TNI selama beberapa tahun memang tidak memperbarui alutsistanya. Hal demikian bisa jadi karena bangsa Indonesia sedang sibuk melakukan konsolidasi demokrasi, juga dikarenakan embargo pembelian alutsista dari sejumlah negara terutama Amerika Serikat dan sekutunya terkait pelanggaran HAM.
Ketika stabilitas politik mulai mantap dan pertumbuhan ekonomi mulai menggeliat, Indonesia mulai memikirkan alutsista. Dasar utama pembelian alutsista sebenarnya dikarenakan ulah negeri tetangga, Malaysia, yang selalu mengusik wilayah perbatasan. Kemenangan Malaysia dalam memperebutkan Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi pemancing negeri jiran untuk untuk terus mengklaim wilayah perbatasan.
Malaysia berani mengklaim wilayah perbatasan yang menurut mereka masih dalam sengketa karena mereka tahu struktur TNI yang tidak memiliki daya dukung yang kuat sehingga dirasa tidak memiliki daya getar dan daya tangkal. Dalam kondisi yang demikian, tak heran bila Kapal Diraja Malaysia berulang kali memasuki wilayah perairan Indonesia tanpa ijin. Tidak hanya di laut, di darat dan udara, negerinya Siti Nurhaliza itu juga melakukan hal yang sama.
Untuk menangkal Malaysia yang demikian, tentu diperlukan sikap yang tegas. Bentuk sikap yang tegas selain melakukan protes diplomatik juga membangun postur TNI yang kuat dan mempunyai daya getar bagi negara lain yang mencoba mengganggu wilayah Indonesia. Untuk itu maka TNI harus memiliki alutsista yang bisa diandalkan dan sesuai dengan jaman. Pada masa Megawati, Indonesia sudah memperbarui alutsistanya dengan membeli beberapa pesawat tempur Sukhoi. Membeli sukhoi karena Rusia tidak mengembargo Indonesia. Dan kemampuan pesawat itu secanggih pesawat yang dibikin Amerika Serikat dan sekutunya.
Ketika China menunjukkan keperkasaan di Laut China, hal demikian memancing Amerika Serikat untuk mengerahkan kekuatannya di wilayah Asia Timur, Asia Tenggara, dan Australia. Memanasnya Laut China membuat negara-negara di Asia Timur dan Asia Tenggara memperbarui dan belanja alutsista, mulai dari pesawat terbang super canggih hingga kapal selam. Belanja alutsista akan semakin meningkat seiring semakin agresifnya China.
Dengan demikian modernisasi alutsista bukan muncul dari dalam Presiden Indonesia sendiri namun karena faktor geopolitik dan geostrategis yang mengharuskan negara mempersenjatai dirinya. Jadi di sini Susilo Bambang Yudhoyono dituntut untuk mampu menyesuaikan atau membangun TNI sesuai dengan jamannya. Bukan kemauan Susilo Bambang Yudhoyono sendiri dalam membangun TNI, namun lingkungan eksternal yang membuat dirinya harus melakukan itu.
Soekarno Pantas Mendapat Gelar Jenderal Besar
Soal pemberian gelar Jenderal Besar, Susilo Bambang Yudhoyono menolak. Dengan demikian kita pantas bersyukur sebab ketika gelar itu ‘diobral’ maka tanda jasa itu semakin tak ada nilainya alias murahan. Saat ini di Indonesia sudah ada 3 jenderal besar, yakni Soedirman, Soeharto, dan A. H Nasution. Menurut penulis mereka pantas mendapat gelar itu.
Soedirman ketika elit sipil sudah ditangkap Belanda dalam agresi militer, ia memilih melakukan perang gerilya. Cara itu untuk menunjukkan bahwa bangsa Indonesia masih ada. Meski dalam kondisi yang sakit, Soedirman rela naik turun gunung dan keluar masuk hutan demi sebuah republik. Soeharto pun juga bagian dari paket perjuangan Soedirman dalam merebut Jogjakarta. Tak hanya itu, ia juga sebagai Panglima Mandala dalam perjuangan merebut Papua (Irian). Pengalaman perang Nasution pun banyak seperti dalam Bandung Lautan Api. Selain itu, ia adalah penulis buku Pokok-Pokok Gerilya yang dipelajari oleh seluruh militer di dunia. Jadi seorang jenderal besar adalah ia seorang pensiasat tempur, petempur, dan pengkosep gagasan pertahanan. Ia bisa dan mau melakukan hal-hal yang luar biasa.
Bila mengacu apa yang dikatakan oleh Moeldoko bahwa Susilo Bambang Yudhoyono mampu membangun TNI, maka Soekarno pun masuk dalam katagori yang demikian. Menjelang operasi pembebasan Papua dari cengkraman Belanda, Soekarno melakukan modernisasi alutsista dengan sangat cepat. Semua jenis alat tempur di darat, udara, dan laut yang canggih di masanya dibeli. Contohnya, membeli 12 kapal selam kelas whiskey. Di masa itu saja kita sudah memiliki 12 kapal selam. Kapal selam kita sekarang berapa? Tak hanya itu, 6 pesawat jenis angkutan berat Antonov An-12 B juga dibeli. Dengan demikian Soekarno juga sebagai orang yang membangun TNI. @winangunardi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H