Lihat ke Halaman Asli

Ardi Winangun

TERVERIFIKASI

seorang wiraswasta

Sejauh Mana Demam Piala Dunia

Diperbarui: 18 Juni 2015   08:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Setiap malam, selama sebulan, masyarakat disuguhi tontonan sepakbola dunia, Piala Dunia 2004 Brasil. Tontonan ini mampu meredam isu-isu panas kampanye Pemilu Presiden 2014 yang tengah berlangsung. Bahkan hadirnya Piala Dunia membuat jadwal debat calon wakil Presiden disesuaikan agar tidak bertabrakan dengan salah satu laga yang ada.

Namun sejauh mana tensi demam Piala Dunia 2014 di tengah masyarakat? Biasanya dalam hajatan Piala Dunia yang berlangsung tiap 4 tahun sekali itu selalu disambut antusias oleh para penggemar bola. Ini terlihat dari nonton bareng tidak hanya di cafe-cafe mahal namun juga komunitas-komunitas masyarakat seperti di lingkungan RT, RW, dusun, balai desa, dan lain sebagainya.

Tak hanya itu, jersey tim nasional peserta Piala Dunia, apalagi tim favorit seperti Brasil, Italia, Jerman, Argentina, Belanda, laris manis terjual. Perusahaan pembuat jersey, dari yang asli hingga abal-abal, untung besar bila ada hajatan bola terbesar di dunia itu. Di Pasar Tanah Abang, Jakarta, pesanan jersey tim nasional peserta Piala Dunia berkarung-karung dikirim ke berbagai daerah bahkan sampai ke Afrika.

Masihkah tensi demam Piala Dunia setinggi itu? Kalau kita amati semakin banyaknya siaran televisi dan pengelolaan liga sepakbola secara kapital dan proffesional, pertandingan sepakbola yang menarik tidak lagi dinikmati setiap 4 tahun sekali namun sepanjang musim atau tahun ada saja pertandingan-pertandingan besar yang bisa ditonton penggemar sepakbola.

Kalau kita lihat setiap malam minggu dan malam senin, sebelum Piala Dunia, beberapa stasiun televisi menyiarkan pertandingan Liga Inggris, Liga Spanyol, dan Liga Italia. Bila ada stasiun televisi yang mau, mereka bisa menyiarkan Liga Jerman, Liga Belanda, dan Liga Brasil, dulu pernah ada namun karena mutunya tak sebagus lihat Inggris, Liga Spanyol, dan Liga Italia, maka Liga Jerman, Liga Belanda, dan Liga Brasil, tak lagi diputar. Pertandingan itu volumenya bertambah ketika ada perebupan Champion Cup, Piala Italia, Piala Spanyol, Piala Jerman, FA Cup, dan lain sebagainya.

Kemeriahan Liga Eropa ditangkap oleh perusahaan kaos untuk membikin jersey klub-klub Eropa. Perusahaan kaos itu menangkap peluang ini sebab merupakan lahan bisnis yang menggiurkan terbukti permintaan jersey klub-klub Eropa seperti Bayern Munchen, Chelsea, Manchester United, Liverpool, Real Madrid, Barcelona, Manchester City, dan lain sebagainya, selalu ada. Di jalan atau di manapun tempatnya, kita sudah biasa melihat orang menggunakan jersey Manchester United, Barcelona, Real Madrid, Bayern Munchen, dan lain sebagainya.

Suguhan sepakbola di televisi tidak hanya dari belahan Eropa, di tingkat Asia, Asia Tenggara, maupun sepakbola nasional pun juga sering muncul. Kita sudah biasa nonton Piala Asia, AFF Cup, Asian Champion Cup, baik di televisi atau langsung di stadion-stadion di Indonesia. Tontonan sepakbola nasional semakin marak ketika Timnas U-19 mampu menjadi juara AFF Cup U-19. Terbukti setiap pertandingan dari kesebelasan yang dilatih oleh Indra Sjafrie itu selalu disiarkan oleh televisi. Ketika Liga Indonesia dikelola secara proffesional maka tayangan itu juga menjadi tayangan rutin masyarakat di salah satu stasiun televisi yang ada.

Dengan tayangan-tayangan itu, masyarakat kita sudah biasa dengan tontonan sepakbola. Masyarakat sudah sering melihat aksi Christian Ronaldo, Arjen Robben, Robbie Van Persie, Mezut Oziel, Karem Benzema, Lampard, Ronney, Messy, di liga-liga Eropa bahkan di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Indonesia. Bila masyarakat sudah biasa menikmati tontonan seperti itu, maka tontonan sekapasitas Piala Dunia pun menjadi biasa. Ini beda dengan ketika televisi belum disemaraki oleh pertandingan rutin Liga-Liga Eropa. Ketika Liga-Liga Eropa belum menjadi tontonan menahun dan bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat, dari desa sampai kota, Piala Dunia merupakan sebuah hajatan yang sangat spektakuler, ditunggu-tunggu, dan menjadi perbincangan dari warun kopi hingga parlemen.

Dengan biasanya masyarakat menonton sepakbola, seperti Liga Eropa, maka demam Piala Dunia tensinya tidak tinggi, tidak membuat menggigil. Ini bisa dilihat dari sikap masyarakat yang normal, wajar, atau biasa-biasa saja ketika Piala Dunia berlangsung. Piala Dunia tak lagi menjadi obrolan warung kopi sebab sebelumnya mereka sudah sering membincangkan Messi, Ronaldo, Robben, Lampard, Ronney, Oziel, di Liga-Liga Eropa. Pun demikian masyarakat tak antusias memakai jersey Brasil, Belanda, Jerman, Argentina, sebab mereka sebelumnya sudah biasa memakai jersey Manchester United, Manchester City, Real Madrid, Barcelona, Chelsea, Bayern Munchen.

Bila demikian maka demam Piala Dunia yang diharapkan bisa meningkatkan aktivitas perekonomian sepertinya harapan itu tidak tercapai. Ini berbeda dengan Piala Dunia sebelumnya yang demamnya bisa meningkatkan perputaran ekonomi. Untuk meningkatkan perputaran ekonomi memang dibutuhkan sesuatu yang tak biasa atau luar biasa. Nah bagaimana pihak-pihak yang mempunyai bisnis dari Piala Dunia ini bisa menciptakan tontonan bal-balan itu menjadi tidak biasa atau luar biasa agar demamnya tinggi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline