Gegap gempita sebuah pertandingan sepak bola tidak hanya dirasakan bagi mereka yang hadir menyaksikan langsung di stadion, namun juga yang menyaksikannya lewat layar kaca. Sepak bola juga menarik jika disaksikan lewat televisi yang dibumbui oleh visual dari banyak sisi serta komentator pertandingan yang membuat suasana seperti di lapangan. Gaya bicara mereka pun bermacam-macam. Mulai dari yang paling formal hingga yang agak nyeleneh bahasanya bagaikan pertandingan antar kampung saat tujuh belasan tiba. Namun hal itu tetap tidak mengurangi serunya pertandingan yang disiarkan dan juga menjadi hal yang menarik untuk ditelusuri lebih jauh.
Misalnya dari sisi bahasa. Bahasa Sepak bola yang digunakan sang komentator sudah menjadi bahan penelitian para ahli linguistik sejak komentator pertandingan langsung mulai tren di zaman radio dahulu kala. Tidak hanya pertandingan sepak bola, olahraga lain juga memiliki register atau unsur bahasa lain yang khas untuk diteliti penggunaannya; mulai dari intonasi, hingga perumpamaan yang digunakan untuk mendeskripsikan kejadian tertentu dalam sebuah pertandingan. Komantar sepak bola juga menarik untuk diteliti karena tidak hanya membahas momen pertandingannya saja (Play-by-play Commentary) tapi juga fakta-fakta lain di dalam dan luar pertandingan serta opini pribadi sang komentator (Color Commentary).
Bung Oland Fatah dan Tris Irawan, sosok senior yang formal dalam membawakan pertandingan sepak bola di televisi ini saya sukai. Pembawaanya yang khas juga membuat mereka semakin kharismatik jika mengomentari sebuah pertandingan, khususnya ketika pertandingan Tim Nasional Indonesia disiarkan. Mungkin kalian punya komentator favorit lain yang belum disebutkan di sini.
Di Inggris sana, komentator pertandingan sepak bola juga menjadi profesi yang elegan. Komentator liga Inggris seperti Jon Champion, Jim Beglin, Marin Tyler, dan Alan Smith bahkan menjadi trademark dalam konsol gim. Keahliannya dalam membawakan pertandingan menjadi penting bahkan di bisnis dunia virtual sekalipun.
Komentator Muda yang “Gila”
Jiwa muda masih membara. Penerus komentator sepak bola yang malang melintang di televisi Indonesia semakin berdatangan. Mulai dari Binder Singh dan Bung Towel alias Tommy Welly yang juga agak formal dan sangat fokus dalam membahas teknis dan taktik dalam pertandingan sepak bola, hingga yang agak nyeleneh dengan jargon-jargonnya yang khas.
Mulai dari Bung Rendra Sujono dengan “jegerrr”-nya, Valentino Simanjuntak dengan “jebrett”-nya, hingga Hadi Gunawan dengan “ahayyy”-nya. Belum lagi kata, frasa, dan kalimat lebay, absurd dan mungkin bisa dibilang “gila” yang diucapkannya saat pertandingan berlangsung. Ditambah lagi kalimat-kalimat yang diucapkan menimbulkan kesalahan berbahasa dalam tataran Semantik:
- “Angkat kotak pinalti!”
- “Cantik sekali Kurnia Meiga”
- “Serangan tujuh hari tujuh malam”
Menurut saya mereka kreatif inspiratif. Bukan cuma “aji mumpung”, keahlian sebagai komentator juga butuh ilmu public speaking, referensi dan wawasan cukup di dunia olahraga, khususnya sepakbola. Gaya yang “gila” ini menjadi magnet baru pertandingan sepakbola selain pembawa acara kuisnya yang kece-kece punya.
Komentator senior bukan berarti tidak bisa tampil “out of the box”, kita terbang jauh lagi ke Italia untuk menyimak aksi sang komentator senior Tiziano Crudelli. Siapa yang tak kenal beliau? Di usianya yang menginjak 73 tahun, pembawaannya yang “gila” laris terus dan menjadi yang paling ditunggu-tunggu masyarakat pecinta sepak bola di Italia setiap minggunya.
**
Gaya komentator sepak bola sekarang ini sedang dalam suasana perang. Siapa yang unik dan menarik akan lebih mendapatkan tempat. Mungkin ini menjadi lahan yang cocok bagi kalian yang doyan ngoceh dan memiliki bakat dalam membawakan sebuah pertandingan olahraga. Jika disuruh memilih, siapapun komentatornya, Saya pribadi lebih suka yang “gila”, tetapi masih memperhatikan tata Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Jika saya berkesempatan menjadi komentator pertandingan sepak bola yang disiarkan langsung di televisi nasional, saya akan menolak karena saya masih memikirkan jargon apa yang akan menjadi ciri khas saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H