`Saya ingin pindah kerja yang menjadi passion saya....`
Passion menjadi kata sarat magis dalam beberapa tahun terakhir bagi para pelaku karier, termasuk mereka yang masih menjalani pendidikan. Saya tidak bermaksud menyiutkan harapan, karena saya menyadari bahwa passion bisa menjadi sumber energi dalam berkarier. Hanya saja, saya juga melihat kata ini menjadi pelarian atau jawaban sesaat bagi masalah di lingkungan kerja yang dinamis.
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman sebagai konsultan, pemahaman tentang passion-lah yang bisa menjebak seseorang salah memaknai passion itu sendiri. Tidak sedikit yang menyamakan passion dengan minat, juga hobi. Saya ingin membahas secara sederhana perbedaan antara minat, hobi dan passion.
Minat-Hobi-Passion
Minat merupakan pintu gerbang bagi karier jangka panjang, bisa tidak. Jika kita memiliki ketertarikan terhadap seni lukis, bisa jadi kita akan menyempatkan diri menghadiri pameran lukis di akhir minggu, bergabung dengan komunitas seni lukis hingga mengikuti kelas khusus untuk menjadi seorang pelukis.
Ketika ada langkah konkret untuk belajar melukis, maka terbuka dua peluang: menjadi profesi atau menekuni seni lukis sebagai hobi. Seni lukis menjadi hobi apabila kita melakukannya di waktu senggang, sementara akan menjadi profesi ketika kita melekatkan tanggung jawab lebih dari `mengisi waktu senggang` dan terjadi interaksi lebih intensif serta melibatkan pihak lain sebagai `konsumen/klien` sebagaimana profesi-profesi lain dengan tanggung jawab yang melekat.
Bagaimana dengan passion? Passion sedikit tricky karena ketika satu aktivitas menjadi profesi, tidak otomatis sebuah passion. Salah satu ciri passion adalah adanya komitmen dan kemauan keras yang tidak (sulit) lepas, bahasa sederhanya: kita akan membela minat tersebut di berbagai kondisi. Kalaupun belum bisa menjadi aktivitas utama atau profesi, maka kita akan mencari dan menyediakan waktu untuk bisa melakukan dan mengembangkannya terus menerus.
Kita akan berusaha mencari jalan untuk mengaktualisasikan minat tersebut. Salah satu pengalaman penulis adalah keinginan menjadi seorang penulis karena mengagumi Enyd Blyton. Dalam perkembangannya, saya mulai menulis cerita sejak sekolah dasar, mengirimkan naskah ke berbagai media massa dan ingin mendalami sastra di perguruan tinggi, namun saya menjadi mahasiswa psikologi.
Sejak duduk di bangku kuliah pun, saya langsung bergabung sebaai jurnalis mahasiswa hingga memimpin redaksi majalah fakultas. Saya mulai belajar menulis artikel dan berita, serta mencoba mengirimkan artikel ke media massa hingga merasakan kebahagiaan saat pertama kali artikel dimuat di majalah nasional.
Singkat cerita, saya tidak bisa meninggalkan aktivitas menulis meski memiliki minat lain hingga saya menemukan istilah slash career atau multikarier yang dipopulerkan oleh Marci Alboher. Saya menulis empat buku tema karier, satu buku tema psikologi sosial dan sedang mempersiapkan dua buku lain bertema kepemimpinan dan teori psikologi sosial.
Saya juga menjadi editor untuk jurnal ilmiah psikologi juga reviewer artikel ilmiah dalam beberapa konferensi atau seminar psikologi. Dulu, saya berminat dan menulis sebagai hobi, kini saya berani menyebut sebagai passion. Sebagai multikarier, saya memiliki dua passion utama: akademisi dan praktisi di bidang psikologi.